Pentingnya Regulasi Emosi pada Anak & Cara Melatihnya

Anak-anak memiliki emosi yang masih berkembang, sehingga wajar jika suasana hati mereka sering berubah dan sulit ditebak. Kadang mereka bisa begitu manis dan patuh, di lain waktu emosinya meledak tanpa alasan yang jelas.

Namun, jika emosi anak sangat sering meledak-ledak, atau tantrum, Bapak dan Ibu pasti merasa kewalahan menghadapinya. Salah satu penyebab anak sering tantrum adalah karena mereka belum mampu mengelola emosinya dengan baik. Nah, kemampuan inilah yang disebut regulasi emosi.

Apa itu regulasi emosi dan bagaimana cara melatih si kecil mengendalikan emosinya? Mari kita bahas selengkapnya di artikel ini.

Apa Itu Regulasi Emosi? 

Regulasi emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan perasaan, baik positif maupun negatif, secara tepat sesuai dengan situasi yang dihadapi. 

Pada masa anak-anak, kemampuan ini belum berkembang sepenuhnya karena bagian otak yang berperan dalam pengendalian diri (prefrontal cortex) masih terus berkembang hingga usia remaja. Itulah mengapa anak-anak sering kali menangis berlebihan, mudah frustrasi, atau mengalami tantrum ketika merasa tidak nyaman.

Jika hal ini dibiarkan dan anak tidak dibantu untuk memahami dan mengelola emosinya, akan memberikan dampak negatif bagi dirinya sendiri ataupun orang di sekitarnya, seperti: 

  • Kesulitan bersosialisasi atau bekerja sama dengan teman sebaya

  • Mudah stres atau frustrasi saat menghadapi tantangan

  • Memunculkan perilaku agresif atau justru menarik diri dari lingkungan 

  • Mengalami kesulitan belajar karena emosi tidak stabil

Sebaliknya, ketika anak sudah mampu mengatur emosinya sejak dini, banyak manfaat positif yang akan muncul, seperti:

  • Lebih percaya diri dan tangguh menghadapi situasi baru

  • Memiliki hubungan sosial yang lebih sehat

  • Mampu berpikir jernih dan lebih fokus saat belajar atau bermain 

Cara Melatih Regulasi Emosi pada Anak 

Untuk melatih regulasi emosi pada anak, Bapak dan Ibu dapat menerapkan beberapa langkah berikut: 

  • Ajarkan Anak Mengenali Emosi 

Langkah pertama yang penting adalah membantu anak mengenali dan memberi nama pada emosi yang ia rasakan. Dengan mengenali dan memahami perasaannya sendiri, anak akan belajar memvalidasi emosinya, seperti rasa senang, sedih, takut, atau kecewa.

Misalnya, ketika anak tampak murung karena mainannya rusak, Bapak dan Ibu bisa berkata, “Kamu kelihatan sedih, nak, karena mainannya rusak, ya?”

Pernyataan seperti ini membuat anak merasa dimengerti sekaligus membantu mereka memahami apa yang sedang mereka rasakan. Dari sini, anak perlahan belajar bahwa semua emosi itu wajar, dan mereka bisa mengelolanya dengan cara yang tepat.

  • Validasi Perasaan Anak 

Ketika anak menunjukkan emosi tertentu, Bapak dan Ibu perlu memvalidasi terlebih dahulu perasaannya. Dengan cara ini, anak belajar memahami emosi yang sedang ia rasakan sekaligus merasa diterima dan dipahami oleh orang tuanya.

Misalnya dengan mengatakan, “Mama tahu kamu lagi kecewa karena tidak jadi berenang sama teman-temanmu, ya?”

Kalimat sederhana seperti ini membantu anak merasa aman untuk mengekspresikan perasaannya, sehingga ia lebih terbuka dan mudah menerima arahan berikutnya.

  • Latih Teknik Menenangkan Diri 

Bapak dan Ibu juga bisa melatih anak untuk mengontrol emosinya dengan teknik menenangkan diri. Salah satu contoh sederhananya adalah teknik pernapasan “blowing bubbles”, yaitu mengajak anak berpura-pura meniup gelembung sabun untuk meredakan emosi. 

Selain itu, Bapak dan Ibu juga bisa menyediakan “calm down corner”, yaitu sudut tenang di rumah tempat anak bisa menenangkan diri. Isi sudut ini  dengan mainan sensorik, buku, atau benda lain yang membuat anak merasa nyaman. Tempat ini membantu anak belajar bahwa setiap emosi bisa dikelola dengan cara yang positif.

Berikut ini kami sudah menyiapkan panduan lengkap berisi langkah-langkah membuat calm down corner di rumah dan contoh gambar yang bisa langsung dicetak. Silakan download di sini.

  • Gunakan Komunikasi Positif 

Sebelum menenangkan anak yang sedang marah, pastikan Bapak dan Ibu juga dalam keadaan tenang. Hindari membalas amarah dengan amarah. Gunakan nada suara lembut dan kata-kata positif agar anak merasa aman dan mau mendengarkan.

Melalui contoh sikap ini dari orang tua, anak akan belajar bahwa emosi boleh diekspresikan, tetapi tetap dengan cara yang sopan dan terkendali.

  • Ajarkan Problem Solving Sederhana 

Kemampuan problem solving atau memecahkan masalah merupakan keterampilan penting yang perlu diasah sejak dini. Namun, tidak semua anak secara alami memiliki kemampuan ini. Mereka perlu dibimbing untuk belajar menenangkan diri dan berpikir sebelum bereaksi.

Bapak dan Ibu dapat melatihnya menggunakan teknik: Stop – Pikir – Pilih 

  • Stop: Ajarkan anak untuk berhenti sejenak ketika menghadapi situasi yang membuatnya kesal atau bingung. 

  • Pikir: Bantu anak mengenali apa yang sedang ia rasakan dan pikirkan solusi apa yang mungkin dilakukan. 

  • Pilih: Dorong anak untuk memilih tindakan terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang baik. 

  • Punish Less, Praise More 

Tahukah Bapak dan Ibu bahwa dalam proses belajar mengelola emosi, pujian pada anak memiliki kekuatan yang jauh lebih besar daripada hukuman? 

Ketika anak mendapat apresiasi atas perilaku positifnya, misalnya saat ia berhasil menenangkan diri atau menyampaikan perasaannya dengan kata-kata, ia akan termotivasi untuk mengulangi tindakan tersebut. 

Bapak dan Ibu bisa memberi pujian sederhana seperti, “Mama bangga kamu bisa sabar tadi,” atau “Kamu hebat banget bisa bilang kalau kamu marah, bukan langsung teriak.”

Dengan begitu, anak tidak hanya belajar mengatur emosi, tetapi juga memahami bahwa usahanya dihargai dan dicintai.

  • Terapkan Co-Regulation  

Menurut Harvard Health Publishing, co-regulation adalah proses ketika orang tua membantu anak menenangkan diri melalui kehadiran yang hangat, tenang, dan responsif. 

Ketika anak belum mampu mengendalikan emosinya sendiri, ia akan menjadikan Bapak dan Ibu sebagai contoh bagaimana harus bereaksi terhadap perasaan yang kuat seperti marah, kecewa, atau takut.

Contoh sederhananya, ketika anak menangis keras, Bapak dan Ibu bisa menjaga nada suara tetap tenang dan mengajaknya bernapas perlahan sambil berkata, “Bapak dan Ibu di sini. Ayo tarik napas bareng-bareng.” 

Tindakan kecil seperti ini membantu anak merasa aman, divalidasi, dan perlahan belajar bahwa ia bisa menenangkan diri tanpa harus meledak-ledak.

Blubridge Center: Penyedia Terapi ABA untuk Melatih Regulasi Emosi Anak

Kemampuan regulasi emosi pada anak tidak muncul secara tiba-tiba. Dibutuhkan waktu, kesabaran, dan peran aktif orang tua untuk terus mengajarkan serta melatih anak memahami dan mengendalikan emosinya. Dalam proses ini, Bapak dan Ibu berperan sebagai contoh, pendamping, sekaligus sumber ketenangan melalui penerapan co-regulation.

Namun, jika berbagai cara sudah dilakukan tetapi anak masih sering mengalami ledakan emosi hingga mengganggu aktivitas sehari-hari, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi dengan profesional.

Sebagai pusat terapi anak di Surabaya, Blubridge Center menyediakan layanan terapi Applied Behavior Analysis (ABA) yang terbukti efektif dalam melatih si kecil meregulasi emosinya.

Dengan dukungan tim terapis profesional dan bersertifikat, setiap program terapi dipersonalisasi agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi unik masing-masing anak. Tidak hanya itu, kami juga menyediakan parent coaching agar strategi pengasuhan bisa diterapkan secara konsisten di rumah, sehingga perkembangan anak berjalan lebih optimal.

Segera hubungi admin kami untuk membuat janji konsultasi dan bantu anak tumbuh menjadi pribadi yang tenang, percaya diri, dan mampu menghadapi berbagai situasi emosional dengan lebih bijak.

Penyebab Anak Picky Eater dan Terapi untuk Mengatasinya!

Bapak dan Ibu pasti sering merasa kewalahan saat si kecil susah makan, memilih makanan yang itu-itu saja, atau bahkan tidak mau makan sama sekali. Kondisi ini disebut picky eater, dan sebenarnya umum terjadi pada  tahap perkembangan anak. 

Namun, jika berlangsung terus-menerus, anak bisa kekurangan asupan gizi penting yang dibutuhkan tubuh sehingga berdampak pada tumbuh kembangnya. Yuk, pelajari penyebabnya dan temukan terapi anak picky eater yang bisa membantu si kecil menikmati waktu makan lagi.

Mengenal Picky Eater   

Picky eater merupakan istilah yang menggambarkan perilaku anak yang sangat selektif terhadapan makanan. Anak dengan perilaku ini cenderung hanya mau makan jenis makanan tertentu dan menolak mencoba makanan baru, terutama yang memiliki tekstur, warna, atau aroma yang tidak familiar baginya. 

Sebenarnya, perilaku picky eater umum terjadi pada tahap tumbuh kembang anak, terutama saat mereka mulai belajar mengenali berbagai rasa. Namun, jika berlangsung terlalu lama hingga memengaruhi asupan gizi harian, kondisi ini perlu mendapat perhatian lebih karena dapat berdampak pada pertumbuhan dan kesehatan anak. 

Berikut beberapa tanda yang menunjukkan anak tergolong picky eater antara lain:

  • Variasi makanan yang dapat diterima anak sangat sedikit

  • Anak memilih-milih makanan berdasarkan tampilan, rasa, atau tekstur tertentu saja

  • Anak menolak makanan yang dicampur jadi satu (tidak terpisah-pisah)

  • Hanya makan dalam porsi sangat sedikit

  • Menunjukkan reaksi berlebihan seperti menutup mulut, memalingkan wajah, atau bahkan menangis saat ditawarkan makanan baru

Meskipun terlihat sepele, pola makan seperti ini bisa menjadi tantangan bagi orang tua dalam memenuhi kebutuhan nutrisi anak setiap harinya. 

Penyebab Anak Picky Eater

Ada banyak penjelasan penyebab anak picky eater, mulai dari kondisi medis hingga pola asuh sehari-hari. Berikut penjelasannya:

1. Kondisi Medis Tertentu dan Keterlambatan Perkembangan Anak

Setiap anak memiliki perkembangan yang berbeda, dan pada beberapa anak, keterlambatan perkembangan dapat memengaruhi kemampuan mereka dalam mengunyah, menelan, atau mengenali rasa dan tekstur makanan.

Contohnya, anak dengan gangguan motorik mulut mungkin akan mengalami kesulitan dalam menggerakan otot mulut dan lidah, sehingga proses makan bagi mereka sangatlah tidak nyaman.

Anak dengan Sensory Processing Disorder (SPD) pun sering kali menolak makanan dengan tekstur tertentu, seperti yang terlalu kasar, lengket, atau tekstur lainnya. Begitu pula pada anak dengan autism, sensitivitas yang tinggi terhadap tekstur, aroma, dan rasa makanan membuat mereka lebih selektif saat makan.

2. Kurangnya Eksplorasi Tekstur dan Rasa Makanan

Beberapa anak cenderung menjadi picky eater karena mereka belum terbiasa dengan berbagai rasa dan tekstur makanan. Hal ini terjadi ketika pada masa MPASI, anak lebih sering mengonsumsi menu makanan yang serupa, sehingga kesempatan mereka untuk mengeksplorasi rasa dan tekstur baru menjadi terbatas.

3. Pengalaman Buruk saat Makan

Anak bisa menjadi picky eater karena pernah mengalami pengalaman tidak menyenangkan saat makan, seperti dipaksa menghabiskan makanan, diburu-buru, atau diberi makanan yang tidak disukainya. Pengalaman tersebut akan membekas dan membuat anak cemas saat makan sehingga mengakibatkan anak cenderung memilih makanan yang menurut mereka terasa lebih “aman” dan familiar. 

4. Pola Asuh yang Kurang Tepat

Penyebab lain anak menjadi picky eater adalah pola asuh yang kurang tepat, terutama yang berkaitan kebiasaan makan. Misalnya, jadwal makan yang tidak teratur membuat anak sulit mengenali rasa lapar dan kenyang, sehingga nafsu makannya menurun. 

Selain itu, kebiasaan makan sambil menonton layar (screen time) atau berjalan-jalan juga dapat mengalihkan fokus anak dari aktivitas makan itu sendiri, sehingga ia tidak benar-benar menikmati atau mengenali rasa makanan. 

Kapan Anak Picky Eater Butuh Terapi?

1. Terlalu Pilih-Pilih Makanan

Jika anak hanya mau makan beberapa jenis makanan saja, bahkan mungkin kurang dari 10 jenis makanan, Bapak dan Ibu harus segera berkonsultasi dengan ahli untuk penanganan yang tepat. Pasalnya, kondisi ini dapat menyebabkan anak kekurangan nutrisi penting yang berdampak pada kesehatan dan tumbuh kembangnya.

2. Saat Berat Badan Anak Stuck atau Cenderung Turun

Jika berat badan anak tidak mengalami peningkatan dalam jangka waktu tertentu, atau justru menurun, hal ini bisa menjadi tanda bahwa tubuhnya tidak mendapatkan cukup nutrisi penting. Karena itu, deteksi dan intervensi dini sangat penting untuk membantu mencegah masalah kesehatan di kemudian hari.

3. Ketika Anak Sering Menolak Makanan Baru

Menolak makanan baru sebenarnya hal yang wajar. Namun, jika setiap kali diperkenalkan makanan baru anak langsung menolak atau bahkan reaksi penolakannya ekstrem (seperti menangis, marah, atau menutup mulut rapat), hal ini bisa menandakan adanya masalah sensorik atau kecemasan terhadap makanan tertentu.

4. Anak Kesulitan saat Mengunyah dan Menelan Makanan

Beberapa anak picky eater sebenarnya mengalami hambatan motorik oral, yakni kesulitan menggerakkan otot mulut dan lidah dengan baik. Akibatnya, proses mengunyah atau menelan terasa tidak nyaman. Bila hal ini sering terjadi, konsultasi dengan terapis dapat membantu anak untuk mengatasi hambatan tersebut.

5. Muncul Masalah Perilaku saat Makan

Bapak dan Ibu harus waspada jika waktu makan anak selalu disertai drama seperti tantrum, menolak duduk di meja makan, atau menolak makan sama sekali. Kondisi seperti ini tidak bisa dianggap sepele, dan anak perlu bantuan terapis profesional agar bisa membangun perilaku positif saat makan.

Mengatasi Anak Picky Eater dengan Terapi ABA

Melihat anak terus menolak makanan atau hanya mau makanan tertentu saja pasti membuat Bapak dan Ibu merasa kewalahan serta bingung harus berbuat apa. Nah, salah satu metode terapi yang efektif membantu anak mengembangkan kebiasaan makan yang lebih positif adalah terapi ABA, atau Applied Behavior Analysis. 

Lantas, bagaimana cara kerja terapi ini dalam mengatasi anak yang picky eater? Berikut penjelasannya.

1. Membuat Jadwal Makan Rutin

Saat terapi, anak dibiasakan untuk makan pada waktu yang teratur agar tubuhnya mengenali rasa lapar dan belajar makan sesuai jadwal. Dengan rutinitas ini, anak akan lebih mudah menyesuaikan diri dan menghindari kebiasaan makan sembarangan.

2. Mengenalkan Makanan Baru secara Bertahap

Terapis akan membantu memperkenalkan makanan baru sedikit demi sedikit kepada anak, tanpa tekanan atau paksaan. Tujuannya agar anak merasa aman dan nyaman saat mencoba berbagai rasa dan tekstur makanan.

3. Positive Reinforcement

Anak diberikan pujian atau hadiah kecil setiap kali mencoba makanan yang sebelumnya ditolak. Pendekatan ini membuat anak merasa senang dan termotivasi untuk mengeksplorasi lebih banyak variasi makanan.

4. Teknik Shaping untuk Mengatasi Trauma

Bagi anak yang memiliki pengalaman buruk atau trauma saat makan, terapis akan menggunakan teknik shaping, yakni metode yang membantu anak belajar secara bertahap melalui langkah-langkah kecil dan positif.

Misalnya, anak mulai diajak untuk menyentuh makanan terlebih dahulu, lalu mencium, mencicipi, hingga akhirnya mampu memakannya. Dengan cara ini, anak bisa perlahan menikmati proses makan dengan nyaman.

Manfaat Terapi ABA untuk Anak Picky Eater

Selain membantu anak membentuk kebiasaan makan yang lebih positif, terapi ABA juga memberikan banyak manfaat bagi tumbuh kembang mereka secara menyeluruh.

1. Memenuhi Kebutuhan Nutrisi dan Mencegah Risiko Gangguan Kesehatan

Dengan terapi ABA, anak diajarkan untuk lebih terbuka terhadap berbagai jenis makanan. Hal ini membantu memastikan kebutuhan gizinya terpenuhi dan mencegah risiko gangguan kesehatan akibat kekurangan nutrisi.

2. Melatih Motorik Mulut dan Kemampuan Bicara

Melalui latihan makan yang terarah, anak juga belajar mengontrol gerakan otot mulut dan lidah. Proses ini tidak hanya memperlancar kemampuan makan, tetapi juga berdampak positif pada kemampuan bicara anak.

3. Mengurangi Masalah Perilaku saat Makan

Anak yang sering tantrum, menolak duduk di meja makan, atau mudah marah ketika diberikan makanan baru dapat berangsur lebih tenang. Pasalnya, terapi ABA membantu mereka belajar bahwa waktu makan adalah momen yang menyenangkan, bukan menegangkan.

4. Melatih Kemampuan Sensorik Anak

Melalui teknik shaping, anak diajak mengenal berbagai rasa, aroma, dan tekstur makanan. Hal ini melatih sistem sensoriknya agar lebih adaptif dan tidak mudah menolak makanan baru hanya karena perbedaan sensasi yang dirasakan.

Blubridge Center, Pusat Terapi ABA di Surabaya

Di tengah banyaknya informasi tentang terapi anak yang beredar saat ini, Bapak dan Ibu mungkin merasa bingung menentukan mana yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan si kecil. 

Namun sekarang, Bapak dan Ibu tidak perlu khawatir lagi karena Blubridge Center hadir sebagai solusi untuk membantu anak mengembangkan kemampuan daily living skills, termasuk mengatasi perilaku picky eater.

Sebagai pusat terapi ABA di Surabaya, setiap program kami dirancang dan diawasi langsung oleh Board Certified Behavior Analyst (BCBA) yang berpengalaman. Tidak hanya itu, setiap anak mendapatkan program terapi yang dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhannya serta dibimbing oleh terapis profesional bersertifikasi IPAPI. Dengan cara ini, kami memastikan setiap sesi terapi berjalan efektif sehingga dapat membantu anak picky eater belajar menikmati proses makan dan tumbuh dengan sehat.

Penutup

Picky eater bukanlah hal yang normal jika berlangsung secara terus-menerus dan mulai menghambat tumbuh kembang anak. Oleh karenanya, jangan ragu untuk menghubungi tim kami dan berkonsultasi mengenai masalah anak picky eater yang Bapak dan Ibu hadapi.

Kami akan melakukan asesmen dan memberikan program terapi yang tepat agar anak dapat tumbuh sehat, terpenuhi nutrisinya, dan kembali menikmati waktu makan yang menyenangkan.

Rekomendasi Psikolog Anak di Blubridge Center Surabaya

Merawat dan membesarkan anak memang bukan hal yang mudah. Setiap hari ada saja tantangan baru yang menuntut kesabaran dan pemahaman mendalam dari orang tua. 

Terlebih, setiap anak punya cara tumbuh dan berkembang yang berbeda. Ada anak yang cepat tanggap dan mudah bersosialisasi, tapi ada juga yang butuh waktu lebih lama untuk belajar berkomunikasi, menyesuaikan diri, atau mengelola emosinya.

Dalam kondisi seperti inilah, peran psikolog anak menjadi sangat berarti. Psikolog anak bukan hanya membantu memahami perilaku anak, tapi juga menjadi pendamping bagi orang tua untuk menemukan cara terbaik dalam mendukung perkembangan mereka.

Blubridge Center Surabaya hadir untuk membantu orang tua melewati proses ini. Sebagai salah satu pusat terapi dan intervensi anak di Surabaya, Blubridge Center menawarkan layanan yang berbasis ilmu psikologi dan Applied Behavior Analysis (ABA), atau dalam bahasa sederhananya disebut analisis perilaku terapan. Pendekatan ini berfokus untuk membantu anak belajar melalui penguatan perilaku positif dan latihan yang menyenangkan.

Dengan tim psikolog anak Surabaya yang berpengalaman dan berdedikasi, Blubridge Center berkomitmen mendampingi setiap anak agar bisa tumbuh dengan optimal, baik dari sisi emosional, sosial, maupun kemampuan berpikirnya.

Peran Psikolog Anak dalam Mendukung Tumbuh Kembang Si Kecil

Psikolog anak punya peran penting dalam membantu orang tua memahami kebutuhan dan perkembangan si kecil secara menyeluruh. Di Blubridge Center Surabaya, setiap psikolog tidak hanya melihat dari sisi kesulitan anak, tapi juga menyoroti potensi dan kekuatan unik yang mereka miliki. Psikolog akan bekerja sama dengan orang tua untuk mengenali tantangan yang mungkin sedang dihadapi anak, seperti:

  • Keterlambatan bicara (speech delay)

  • Kesulitan mengatur emosi atau perilaku

  • Sulit fokus belajar

  • Kurang percaya diri

  • Kesulitan bersosialisasi

  • Trauma pada anak

Selain itu, tim psikolog Blubridge Center Surabaya juga berpengalaman mendampingi anak dengan kebutuhan khusus, seperti ASD (Autism Spectrum Disorder) atau gangguan spektrum autisme, ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau kesulitan fokus dan hiperaktivitas, serta berbagai tantangan perkembangan lainnya yang memerlukan pendekatan khusus.

Sebelum menentukan langkah terapi, psikolog anak di Blubridge Center akan melakukan asesmen menyeluruh, yakni semacam evaluasi untuk memahami pola perilaku, cara belajar, dan kebutuhan unik setiap anak. Dari hasil asesmen inilah kemudian disusun rencana terapi yang dipersonalisasi, agar sesuai dengan kondisi anak dan target perkembangan yang diharapkan.

Menariknya, pendekatan di Blubridge Center ini bersifat kolaboratif. Artinya, psikolog tidak akan bekerja sendiri. Orang tua, terapis, dan analis perilaku juga akan ikut dilibatkan dalam prosesnya agar hasilnya bisa lebih maksimal dan berkelanjutan. Dengan begitu, anak bisa berkembang bukan hanya di ruang terapi, tetapi juga di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat sehari-hari.

Profil Psikolog Anak di Blubridge Center Surabaya

Di Blubridge Center Surabaya, kami percaya bahwa setiap anak unik dan berharga. Proses pendampingan anak bukan hanya soal ilmu dan metode terapi, tetapi juga tentang hati dan empati. Tim psikolog anak di Blubridge Center terdiri dari para profesional yang berpengalaman di bidangnya, serta tulus dalam memahami dunia anak-anak dan keluarganya.

Setiap psikolog memiliki latar belakang pendidikan dan keahlian yang berbeda, ada yang fokus pada pengembangan emosi anak, ada yang lebih mendalami perilaku dan komunikasi, dan ada juga yang berpengalaman dalam mendampingi anak dengan kebutuhan khusus. Namun, mereka semua memiliki satu tujuan yang sama, yakni membantu setiap anak tumbuh dengan bahagia dan mencapai potensinya secara optimal.

Berikut adalah profil psikolog anak Blubridge Center Surabaya:

1. Elvina Febriyani C., S.Psi, M.Psi., Psikolog

Psychologist (West Branch)

Elvina Febriyani adalah seorang psikolog anak di Surabaya yang sudah lebih dari 10 tahun mendampingi anak-anak dengan berbagai tantangan psikologis, emosional, dan perilaku. Ia menyelesaikan pendidikan magister psikologi dan saat ini tengah melanjutkan kualifikasinya sebagai behavior analyst, yaitu seorang ahli yang memahami dan membantu anak mengembangkan perilaku positif melalui pendekatan ilmiah dan empatik.

Bagi Elvina, setiap anak berhak merasa dipahami dan diterima apa adanya. Ia memegang prinsip bahwa setiap anak membutuhkan koneksi sebelum koreksi. Artinya, sebelum mencoba memperbaiki perilaku anak, kita perlu terlebih dahulu membangun hubungan yang aman, hangat, dan penuh kepercayaan dengan mereka.

Pendekatan Elvina dikenal lembut, sabar, dan penuh kasih. Ia selalu berusaha membuat anak merasa nyaman selama sesi terapi, sehingga anak tidak merasa diperiksa, melainkan didengarkan. Tak heran jika banyak anak dan orang tua yang menggambarkan Elvina sebagai sosok yang tenang, empatik, dan menenangkan, bahkan di tengah situasi yang penuh tantangan.

Bagi Elvina, keberhasilan terapi tidak hanya diukur dari perubahan perilaku anak, tetapi juga dari tumbuhnya rasa percaya diri, kemandirian, dan hubungan positif antara anak dan keluarga. Ia percaya bahwa ketika anak merasa dicintai dan didukung, mereka akan memiliki kekuatan untuk berkembang dan belajar dengan lebih baik.

2. Monica Sutanto, S.Psi, M.Psi., Psikolog

Psychologist 

Monica Sutanto adalah seorang psikolog anak di Surabaya yang dikenal berdedikasi dan penuh kepedulian. Ia merupakan lulusan Universitas Surabaya (UBAYA) dengan predikat summa cum laude di bidang Psikologi Klinis. Dengan pengalaman lebih dari enam tahun mendampingi anak-anak, termasuk anak yang memiliki kebutuhan khusus, Monica telah membantu banyak keluarga menemukan cara terbaik untuk memahami dan mendukung perkembangan buah hati mereka.

Monica percaya bahwa setiap anak punya potensi luar biasa, asalkan diberi kesempatan yang tepat untuk tumbuh dan belajar. Ia meyakini bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan penuh kasih, tanpa stigma, tanpa perbandingan, dan tanpa diskriminasi.

Dalam sesi terapinya, Monica menggunakan pendekatan yang menyenangkan, lembut, dan berbasis empati. Ia senang menjadikan proses terapi sebagai pengalaman yang positif bagi anak, di mana mereka bisa belajar sambil bermain, merasa aman, dan diterima apa adanya.

Anak-anak menyukai Monica karena sikapnya yang ramah, sabar, dan hangat. Sementara bagi para orang tua, Monica adalah mitra terpercaya yang siap mendengarkan, memahami, dan membantu mereka membaca dinamika emosional serta perilaku anak dengan lebih baik. Bersama Monica, setiap sesi terapi bukan sekadar proses belajar bagi anak, tetapi juga perjalanan tumbuh bersama bagi anak dan keluarganya.

3. Jelite Prenggo Putri, S.Psi, M.Psi., Psikolog

Psychologist (West Branch)

Lulusan Universitas Brawijaya yang kemudian melanjutkan pendidikan magister Psikologi Klinis di Universitas Surabaya ini menemukan panggilan hatinya ketika mulai mendampingi anak-anak dengan disabilitas intelektual. Bagi Jelite, setiap pertemuan dengan anak adalah pengalaman yang berharga. Ia menikmati proses melihat perubahan kecil yang perlahan terjadi, seperti bagaimana anak mulai bisa berkomunikasi dengan lebih baik, lebih fokus, atau mulai menunjukkan rasa percaya diri.

Sebagai seorang psikolog anak, Jelite menggunakan pendekatan Verbal Behavior Therapy, yaitu terapi yang membantu anak belajar berkomunikasi secara fungsional dan efektif. Pendekatan ini juga membantu anak meningkatkan kemampuan fokus, memahami instruksi, serta mengelola perilaku dengan cara yang lebih positif.

Ia percaya bahwa setiap kemajuan sekecil apa pun adalah langkah besar menuju kemandirian anak. Dengan kesabaran dan empati, Jelite selalu berusaha menciptakan suasana terapi yang hangat, menyenangkan, dan mendukung, agar anak merasa aman untuk belajar dan berkembang sesuai dengan kemampuannya.

4. Angeline Quincy, S.Psi, M.Psi., Psikolog

Psychologist (East Branch)

Sejak masih duduk di bangku sekolah menengah, Angeline Quincy sudah tahu betul apa yang ingin ia lakukan dalam hidup, yakni menjadi seorang psikolog anak. Ketertarikannya terhadap dunia anak tumbuh dari rasa ingin membantu mereka agar bisa berkembang dengan bahagia dan penuh percaya diri.

Angeline kemudian menempuh pendidikan magister Psikologi Klinis di Universitas Surabaya, dan kini aktif mendampingi anak-anak serta keluarga yang menghadapi berbagai tantangan perkembangan. Ia memiliki keahlian dalam menangani perkembangan dini, kesulitan belajar, dan masalah makan pada anak (feeding issues).

Sebagai psikolog, Angeline dikenal penuh kasih, mudah didekati, dan tulus dalam berinteraksi dengan anak-anak. Ia selalu berusaha menciptakan suasana terapi yang aman dan menyenangkan, agar anak merasa diterima apa adanya. Bagi Angeline, menjadi psikolog anak bukan hanya soal memahami teori atau metode terapi. Lebih dari itu, ia percaya bahwa peran psikolog adalah untuk hadir sepenuhnya bagi anak dan keluarganya, mendengarkan, memahami, dan berjalan bersama mereka di setiap tahap proses perkembangan.

5. Ivonne Rebecca., M.Psi., Psikolog

Psychologist (Citraland Branch)

Ivonne adalah seorang Psikolog lulusan Universitas Surabaya dengan fokus pada proses belajar dan perkembangan anak dalam konteks pendidikan. Dengan pemahaman tentang dinamika belajar anak, Ivonne berkomitmen membantu setiap anak mencapai potensi terbaiknya melalui pendekatan yang personal dan berbasis kebutuhan individu.

Berbekal pengalaman dalam menangani anak dengan tantangan sensori, Ivonne mampu mengintegrasikan pendekatan psikologis dan edukatif untuk membantu anak mengatasi hambatan seperti kesulitan fokus serta regulasi diri, sekaligus mendukung perkembangan akademis secara optimal. 

Ia yakin bahwa setiap anak memiliki keunikan dan potensi masing-masing, dan bahwa lingkungan yang tepat memegang peranan penting dalam menumbuhkan kepercayaan diri dan kemampuan anak untuk berkembang secara holistik.

Parent Counseling dengan Konselor

Selain layanan terapi untuk anak, Blubridge Center juga menyediakan pendampingan khusus kepada orang tua melalui sesi parent counseling. Layanan ini bertujuan untuk membantu orang tua memahami perilaku anak, menemukan strategi pengasuhan yang efektif, serta mempelajari cara mengelola stres yang muncul selama proses mendampingi anak. 

Melalui sesi ini, orang tua bisa mendapat ruang aman untuk berbagi cerita, mengungkapkan kekhawatiran, sekaligus menemukan solusi yang tepat sesuai kondisi keluarga masing-masing. Berikut adalah profil konselor yang berperan dalam layanan parent counseling di Blubridge Center:

1. Enny Dewi, M.Th.

Sebagai konselor keluarga, Enny Dewi berfokus untuk memperkuat hubungan antara orang tua dan anak. Ia membantu orang tua memahami sumber stres dalam pengasuhan, mengelola stres tersebut, memperbaiki komunikasi keluarga, serta membangun pola asuh yang lebih positif dan penuh kasih sayang. Pendekatannya yang lembut dan menenangkan, membuat banyak keluarga merasa didengar dan dipahami.

2. Athanasia Dianri Susetiya Putri, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Athanasia memiliki pengalaman luas dalam mendampingi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus. Ia membantu keluarga mengenali dan mengelola emosi mereka sendiri, serta memberikan panduan praktis agar orang tua dapat mendukung perkembangan anak dengan lebih efektif di rumah. Pendekatannya yang empatik dan edukatif, membantu orang tua merasa lebih percaya diri dalam menjalani peran mereka.

Dengan pendekatan yang humanis, penuh empati, dan edukatif, layanan parent counseling di Blubridge Center dapat membantu keluarga menjadi tim yang solid dalam mendukung anak mencapai potensi terbaiknya. Ketika orang tua tenang dan berdaya, maka anak pun akan tumbuh dengan lebih kuat dan bahagia. Anak juga akan merasa diterima, didukung, dan dicintai tanpa syarat.

Analis Perilaku di Blubridge Center

Selain para psikolog anak, Blubridge Center juga memiliki tim analis perilaku (behavior analyst) yang berperan penting dalam mendampingi proses terapi anak. Tim ini menjadi bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan terapi berbasis Applied Behavior Analysis (ABA) dan Verbal Behavior Therapy (VBT), yakni dua pendekatan yang banyak digunakan untuk membantu anak belajar berperilaku positif dan berkomunikasi dengan lebih baik.

Analis perilaku berfokus pada pengamatan, pengukuran, dan modifikasi perilaku dengan metode ilmiah. Mereka akan membantu anak membangun keterampilan dasar seperti komunikasi, interaksi sosial, dan kemandirian, sekaligus mengurangi perilaku yang menghambat perkembangan.

Peran analis perilaku di Blubridge Center begitu penting karena cara mereka bekerja sangat kolaboratif dan penuh empati. Mereka tidak hanya mendampingi anak selama sesi terapi, tetapi juga bekerja sama dengan psikolog, terapis, dan orang tua agar setiap langkah yang diambil konsisten dan sesuai dengan kebutuhan anak. 

Dengan pendampingan dari tim analis perilaku yang terlatih dan berpengalaman, Blubridge Center berkomitmen untuk memastikan setiap anak mendapatkan dukungan yang tepat, agar mereka bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih mandiri, percaya diri, dan bahagia. Berikut adalah profil analis perilaku di Blubridge Center Surabaya:

1. Christy Prawira, MBA, M.A, BCBA, SaPK

Chief Clinical Director

Sejak usia 11 tahun, Christy Prawira sudah memiliki tekad kuat untuk membantu anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Tekad itu tumbuh menjadi panggilan hidup yang ia wujudkan melalui pendidikan dan dedikasi di bidang Applied Behavior Analysis (ABA).

Christy menempuh pendidikan Communication Sciences and Disorders di BIOLA University, California, kemudian melanjutkan studi magister di Baylor University, Amerika Serikat, dan meraih gelar Master of Arts in Applied Behavior Analysis. Dengan latar belakang tersebut, Christy menjadi salah satu dari sedikit profesional di Indonesia yang memiliki sertifikasi internasional sebagai Board Certified Behavior Analyst (BCBA).

Pengalaman Christy sangat luas, mencakup berbagai setting klinis, rumah, hingga sekolah. Ia tidak hanya mendampingi anak secara langsung, tetapi juga aktif melatih guru dan orang tua agar bisa menerapkan prinsip ABA dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pelatihan ini, Christy ingin memastikan bahwa setiap anak mendapatkan lingkungan yang konsisten dan mendukung, baik di rumah maupun di sekolah.

Dedikasinya dalam bidang analisis perilaku membantu Blubridge Center menjaga standar intervensi yang tinggi dan berbasis riset ilmiah. Namun di balik keahliannya, Christy dikenal sebagai sosok yang hangat dan rendah hati, seseorang yang benar-benar mencintai pekerjaannya dan percaya bahwa setiap anak memiliki potensi luar biasa untuk berkembang.

2. Steven Salim, S.Psi, SAP-K

Program Director

Steven Salim menyelesaikan studi Psikologi di Universitas Surabaya (UBAYA) dan telah memiliki pengalaman hampir lima tahun sebagai pengajar bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus di sebuah sekolah seustau. Dari pengalaman itulah tumbuh rasa empati dan ketertarikannya yang besar terhadap dunia psikologi klinis anak.

Steven juga merupakan Registered Behavior Technician (RBT) bersertifikat dari Autism Partnership Foundation, sebuah lembaga internasional yang berfokus pada penerapan terapi berbasis Applied Behavior Analysis (ABA). Setelah itu, ia pun telah tersertifikasi sebagai Supervisor Analisis Perilaku - Klinis (SAP-K) dari lembaga Ikatan Profesi Analis Perilaku Indonesia (IPAPI) yang merupakan lembaga yang mewadahi agar praktisi ABA sesuai dengan standar seharusnya. Sertifikasi ini menegaskan kompetensinya dalam mendampingi anak-anak melalui pendekatan yang ilmiah, terstruktur, namun tetap penuh kasih sayang.

Bagi Steven, setiap anak tanpa terkecuali memiliki tempat dalam masyarakat. Ia percaya bahwa dengan dukungan yang tepat, anak-anak dengan kebutuhan khusus dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, percaya diri, dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya.

Dalam setiap sesi terapi, Steven selalu berusaha menciptakan suasana yang menyenangkan dan aman, agar anak merasa diterima dan berani mencoba hal-hal baru. Dedikasi dan kesabarannya membuat banyak anak merasa nyaman bekerja bersamanya, sementara para orang tua menilai Steven sebagai sosok yang hangat, sabar, dan dapat diandalkan.

Layanan di Blubridge Center Surabaya

Sebagai pusat terapi anak dengan tim psikolog anak dan analis perilaku profesional, Blubridge Center menawarkan berbagai layanan komprehensif yang dirancang untuk mendukung perkembangan anak secara holistik dan berbasis ilmiah, seperti:

1. Konsultasi Psikologi Anak

Orang tua dapat berkonsultasi langsung dengan psikolog anak profesional untuk membahas berbagai kekhawatiran, mulai dari perilaku, komunikasi, hingga perkembangan emosi anak. Melalui sesi ini, psikolog akan melakukan observasi awal dan memberikan rekomendasi intervensi yang tepat sesuai kebutuhan anak.

2. Asesmen Perkembangan Anak

Proses asesmen perkembangan anak di Blubridge Center dilakukan secara menyeluruh untuk mengidentifikasi kekuatan, potensi, serta area yang masih perlu dukungan. Hasil asesmen ini akan menjadi dasar untuk menyusun program terapi individual yang spesifik dan terarah, agar perkembangan anak dapat dimaksimalkan secara optimal.

3. Terapi ABA & VBT

Blubridge Center menerapkan pendekatan Applied Behavior Analysis (ABA) dan Verbal Behavior Therapy (VBT), yaitu dua metode intervensi berbasis riset yang terbukti efektif bagi anak dengan gangguan perkembangan, seperti ASD dan ADHD. Melalui terapi ini, anak dilatih untuk mengembangkan kemampuan komunikasi, keterampilan sosial, serta perilaku adaptif yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

4. Parents Coaching

Layanan Parents Coaching bertujuan membantu orang tua memahami strategi pengasuhan berbasis prinsip ABA, sehingga mereka dapat melanjutkan proses terapi di rumah secara lebih efektif. Dengan dukungan konsisten dari keluarga, perkembangan anak akan berlangsung lebih cepat dan berkelanjutan.

5. Teachers & Professional Training

Tidak hanya fokus pada anak dan keluarga, Blubridge Center juga berperan aktif dalam memberdayakan guru dan profesional pendidikan melalui berbagai pelatihan mengenai pendekatan perilaku dalam mendampingi anak berkebutuhan khusus. Pelatihan ini bertujuan menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan setiap anak.

Penutup

Perjalanan mendampingi anak yang memiliki tantangan perkembangan, memang tidak selalu mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Dengan dukungan dari tim profesional yang tepat, terutama dari psikolog anak Surabaya yang berpengalaman di Blubridge Center, setiap anak akan memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai potensi terbaiknya.

Blubridge Center percaya bahwa setiap anak adalah individu unik yang berhak mendapatkan kesempatan untuk belajar, berkembang, dan diterima dengan penuh cinta. Melalui kombinasi pendekatan psikologis dan analisis perilaku yang ilmiah, tim Blubridge berkomitmen memberikan pendampingan terbaik bagi anak dan keluarga. 

Apabila Bapak dan Ibu tengah mencari psikolog anak profesional untuk membantu buah hati mengatasi tantangan perkembangan atau perilaku, Blubridge Center Surabaya siap menjadi mitra yang bisa diandalkan. Segera hubungi admin Blubridge Center Surabaya untuk membuat janji konsultasi, agar anak bisa mendapatkan layanan terbaik dari tim psikolog anak Surabaya di Blubridge Center.

Orang Tua, Ini 10 Cara Agar Anak Semangat Belajar!

Setiap orang tua pasti pernah menghadapi momen ketika anak tampak enggan membuka buku, menunda-nunda mengerjakan PR, atau cepat kehilangan fokus saat belajar. Masalah ini ternyata jauh lebih umum dari yang kita bayangkan, terutama di era digital saat ini. 

Banyak orang tua kini dihadapkan pada fenomena baru yang disebut dengan istilah brain rot. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan penurunan fungsi berpikir akibat terlalu sering mengonsumsi konten digital yang dangkal dan cepat. Kondisi ini menyebabkan penurunan kemampuan berpikir kritis, fokus, dan daya ingat, serta dapat menimbulkan perasaan cemas dan ketergantungan pada stimulus cepat dari gadget.

Dalam artikel resmi yang dirilis IPB University, Psikolog IPB University, Nur Islamiah M. Psi., PhD menjelaskan bahwa siswa yang terbiasa dengan konsumsi informasi instan melalui konten digital berdurasi pendek, akan cenderung kehilangan minat dalam tugas akademik yang membutuhkan usaha lebih, seperti membaca materi panjang atau memecahkan soal yang kompleks. Kondisi ini membuat banyak orang tua merasa cemas, sebab penurunan fokus dan minat belajar, akan berdampak pada perkembangan kemandirian, rasa percaya diri, hingga kedisiplinan anak. 

Namun, penting untuk diingat bahwa penyebab menurunnya motivasi belajar pada anak tidak hanya terbatas pada fenomena brain rot saja. Bisa jadi, anak sedang menghadapi hambatan emosional, kesulitan memahami materi, atau belum menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. 

Lalu, bagaimana cara mengetahui penyebab anak tidak semangat belajar dan apa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasinya? Berikut 10 cara agar anak semangat belajar yang bisa Bapak dan Ibu terapkan di rumah untuk membantu anak kembali termotivasi dan percaya diri dalam belajar.

1. Ajak Anak Bicara

Langkah pertama untuk membangkitkan semangat belajar anak adalah dengan mengajaknya berbicara secara terbuka dan penuh empati. Coba cari tahu apa yang membuat anak kurang semangat belajar. Mungkin ia kesulitan memahami pelajaran tertentu, merasa bosan dengan cara mengajar di sekolah, atau mengalami tekanan dari guru dan teman sebaya.

Daripada langsung memarahi atau menasihati, Bapak dan Ibu bisa mengajukan pertanyaan terbuka seperti:

  • “Pelajaran apa yang paling kamu suka di sekolah?”

  • “Bagian mana yang menurutmu paling sulit?”

Dengan begitu, anak merasa didengar dan lebih nyaman untuk berbagi. Ketika Bapak dan Ibu memahami akar masalahnya, solusi untuk membangkitkan semangat belajar akan lebih mudah ditemukan.

2. Kenali Gaya Belajar Anak

Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Ada anak yang belajar lebih cepat dengan mendengarkan (auditori), ada yang melalui gambar dan warna (visual), ada yang harus bergerak dan mencoba langsung (kinestetik), dan ada pula yang belajar efektif dengan menyentuh atau menggunakan benda nyata (taktil).

Sebagai orang tua, Bapak dan Ibu perlu mengenali gaya belajar anak, agar proses belajar menjadi lebih efektif dan menyenangkan. Misalnya:

  • Anak dengan gaya belajar visual akan lebih mudah memahami pelajaran melalui video atau mind map.

  • Anak dengan gaya belajar auditori lebih menyerap informasi lewat lagu, cerita, atau diskusi.

  • Anak dengan gaya belajar kinestetik bisa diajak belajar sambil praktik langsung, seperti berhitung dengan benda konkret.

Menyesuaikan metode belajar dengan gaya belajar anak adalah salah satu cara agar anak semangat belajar, karena anak akan merasa bahwa belajar bukanlah sebuah beban, melainkan suatu aktivitas yang seru.

3. Dampingi Anak dalam Proses Belajarnya

Anak akan lebih termotivasi ketika merasa didukung oleh orang tuanya. Oleh karena itu, sebaiknya Bapak dan Ibu meluangkan waktu untuk mendampingi anak belajar, misalnya saat mengerjakan PR atau menyiapkan ujian. Namun, penting untuk diingat, jangan sampai pendampingan berubah menjadi intervensi yang terlalu berlebihan.

Contohnya, daripada langsung memberikan jawaban instan kepada anak, coba dorong anak untuk berpikir dan menemukan solusi sendiri. Bapak dan Ibu bisa membantu dengan pertanyaan pemandu seperti:

  • “Kalau menurutmu, hasilnya bisa seperti ini karena apa, ya?”

  • “Selain yang sudah tertera di buku, menurutmu apa lagi ya, yang termasuk dalam kategori buah-buahan?”

Dengan pendampingan yang tepat dari Bapak dan Ibu, anak akan lebih semangat belajar dan mereka juga bisa menumbuhkan rasa kemandirian dari dalam diri mereka.

4. Beri Reinforcement Positif

Salah satu cara agar anak semangat belajar yang sangat efektif adalah dengan memberikan reinforcement positif. Anak-anak lebih mudah termotivasi ketika usahanya dihargai. Reinforcement positif tidak harus berupa hadiah besar. Bapak dan Ibu bisa memberikan pujian verbal seperti, “Mama bangga kamu sudah berusaha keras”. Selain itu, Bapak dan Ibu juga bisa memberikan hadiah sederhana berupa tambahan waktu untuk bermain, sehingga anak merasa dihargai.

Beberapa contoh bentuk reinforcement positif yaitu:

  • Pujian verbal: “Kamu keren banget bisa menyelesaikan tugas itu!”

  • Aktivitas menyenangkan: “Kalau kamu sudah selesai belajar, kita bisa main bersama, ya.”

  • Sistem poin: Anak mengumpulkan poin setiap kali belajar dengan baik, lalu poin tersebut bisa ditukar dengan kegiatan favorit anak.

Dengan reinforcement positif, anak akan belajar bahwa setiap usaha akan membawa hasil yang menyenangkan.

5. Ciptakan Suasana Belajar yang Kondusif

Suasana belajar sangat berpengaruh terhadap semangat anak. Pastikan area belajar anak tenang, rapi, dan bebas gangguan. Hindari suara TV atau aktivitas rumah tangga yang bisa mengalihkan perhatian.

Bapak dan Ibu juga bisa membantu anak menciptakan rutinitas belajar yang bisa membuat otak terbiasa masuk ke mode fokus. Misalnya, menyalakan lampu belajar, menyiapkan alat tulis, menata meja belajar, dan menentukan waktu belajar yang tetap setiap hari.

Selain itu, biarkan anak ikut mendekorasi ruang belajarnya. Misalnya dengan menempelkan jadwal belajar, memilih warna meja belajar, atau menambahkan kutipan motivasi di dinding. Ketika anak merasa nyaman di ruang belajarnya, maka motivasi untuk belajar akan meningkat.

6. Kaitkan Materi Pelajaran dengan Minat Anak

Anak akan lebih mudah tertarik belajar jika pelajaran terasa relevan dengan hal yang ia sukai. Cobalah mengaitkan materi pelajaran dengan minat anak. Misalnya:

  • Jika anak suka game, Bapak dan Ibu bisa menjelaskan konsep matematika dengan contoh dari game favoritnya.

  • Jika anak suka menggambar, ajak ia membuat ilustrasi dari pelajaran sejarah atau IPA.

  • Jika anak suka musik, Bapak dan Ibu bisa membantu anak belajar bahasa Inggris melalui lirik lagu.

Pendekatan ini membuat anak menyadari bahwa belajar tidak harus membosankan. Sebaliknya, belajar bisa menjadi cara untuk memperdalam minat dan bakat mereka.

7. Pecah Tugas Besar Menjadi Tugas-Tugas Kecil

Tugas besar bisa membuat anak merasa kewalahan, terutama jika ia belum terbiasa mengatur waktu. Maka dari itu, pecahlah tugas besar menjadi tugas-tugas kecil yang lebih mudah diselesaikan.

Misalnya, daripada langsung meminta anak menyelesaikan satu bab pelajaran dalam sehari, bantu ia membuat target kecil seperti:

  • Hari ini membaca dua halaman.

  • Besok membuat rangkuman.

  • Lusa mengerjakan latihan soal.

Dengan memecah tugas menjadi langkah-langkah kecil, anak akan lebih mudah fokus dan merasa puas setiap kali berhasil menyelesaikan satu bagian. Rasa berhasil inilah yang perlahan-lahan menumbuhkan semangat belajar.

8. Jadilah Contoh yang Baik

Anak belajar dari apa yang ia lihat, bukan hanya dari apa yang ia dengar. Jika orang tua ingin anak rajin belajar, maka tunjukkan bahwa Bapak dan Ibu juga senang belajar hal-hal baru. Misalnya seperti membaca buku, menonton video tutorial lalu mempraktikkannya, atau mengikuti pelatihan online.

Ketika anak melihat orang tuanya menikmati proses belajar, maka ia akan meniru kebiasaan tersebut. Bapak dan Ibu juga bisa membuat sesi belajar bersama, seperti membaca buku bersama atau memecahkan teka-teki bersama. Menjadi teladan yang positif bagi anak adalah salah satu cara agar anak semangat belajar karena anak akan belajar melalui contoh nyata dari orang yang paling ia percaya.

9. Hindari Membandingkan Anak dengan Orang Lain

Salah satu kesalahan yang sering dilakukan orang tua adalah membandingkan anak dengan teman atau saudara kandungnya. Kalimat seperti, “Lihat, kakak kamu saja bisa kok,” hanya akan membuat anak merasa gagal, berkecil hati, dan kehilangan motivasi.

Setiap anak memiliki kecepatan dan gaya belajar yang berbeda, jadi fokuslah pada kemajuan anak, sekecil apa pun itu. Beri apresiasi atas proses yang sudah anak tunjukkan, bukan hanya mengapresiasi hasilnya saja. Dengan begitu, anak akan merasa bahwa dirinya dihargai dan termotivasi untuk terus berkembang tanpa rasa takut dibandingkan.

10. Beri Anak Waktu Istirahat yang Cukup

Belajar memang penting, tetapi waktu istirahat juga tak kalah penting. Anak yang terlalu lelah akan sulit fokus dan mudah kehilangan motivasi. Pastikan anak memiliki waktu tidur yang cukup, makan bergizi, serta memiliki waktu untuk bermain dan bersosialisasi.

Bapak dan Ibu bisa membuat jadwal belajar yang seimbang, misalnya 30 - 45 menit belajar diselingi dengan 10 - 15 menit istirahat. Istirahat yang dimaksud bisa berupa aktivitas ringan seperti berjalan-jalan, menggambar, atau bermain game sebentar. Dengan keseimbangan antara belajar dan beristirahat, anak akan lebih mudah mempertahankan semangat belajar dalam jangka panjang.

Kesimpulan

Menumbuhkan semangat belajar anak memang tidak bisa dilakukan dalam semalam. Dibutuhkan kesabaran, empati, dan strategi yang sesuai dengan karakter anak. Melalui 10 cara di atas, mulai dari mengajak anak bicara, memberi reinforcement positif, hingga menjadi contoh yang baik, orang tua bisa membantu anak menemukan kembali motivasi dan rasa percaya dirinya dalam belajar.

Namun, jika setelah mencoba berbagai cara anak masih menunjukkan kesulitan fokus, sering menolak belajar, atau tampak kehilangan motivasi, bisa jadi anak memerlukan pendampingan profesional.

Dapatkan Pendampingan Profesional di Blubridge Center

Di Blubridge Center, kami menyediakan program terapi dan pendampingan profesional anak melalui terapi ABA (Applied Behavior Analysis). Program ini dirancang untuk:

  • Membantu anak meningkatkan kemampuan fokus dan konsentrasi.

  • Membantu anak memahami serta mengikuti instruksi dengan lebih baik.

  • Membantu anak menumbuhkan kemandirian dalam belajar.

  • Membantu anak meningkatkan motivasi belajar secara bertahap dan menyenangkan.

Pendekatan ABA di Blubridge Center dilakukan oleh tenaga ahli berpengalaman yang memahami karakteristik unik setiap anak. Dengan dukungan yang tepat, anak bisa menemukan kembali semangat belajar dan berkembang secara optimal sesuai potensinya.

Jika Bapak dan Ibu merasa anak membutuhkan pendampingan lebih lanjut, segera hubungi admin Blubridge Center untuk membuat janji konsultasi dan mendaftarkan anak Anda. Bersama Blubridge Center, mari bantu anak tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, fokus, dan semangat belajar setiap hari!

Blubridge Center: Pusat Terapi Anak Speech Delay di Surabaya

Setiap anak memiliki fase tumbuh kembangnya sendiri. Ada yang lebih dulu lancar berjalan sebelum mulai berbicara, dan ada pula yang sebaliknya. 

Namun, jika anak Anda tampak tertinggal dibanding teman-teman sebayanya, misalnya si kecil belum mampu mengucapkan kata dengan jelas saat anak lain sudah bisa komunikasi dua arah, hal ini perlu diwaspadai. Bisa jadi, kondisi tersebut menandakan adanya speech delay atau keterlambatan bicara yang memerlukan penanganan lebih lanjut. 

Pada dasarnya, speech delay adalah kondisi ketika anak belum mampu berbicara sesuai dengan tahapan usianya. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari gangguan pendengaran, gangguan spektrum autisme, hingga kurangnya stimulus dalam keseharian anak.

Lantas, kapan anak membutuhkan terapi speech delay dan jenis terapi apa yang efektif untuk membantu perkembangan bicara si kecil? Bapak dan Ibu dapat menemukan jawabannya pada artikel berikut.

Kapan Anak Butuh Terapi Speech Delay? 

Bapak dan Ibu mungkin bertanya-tanya, apakah kemampuan bicara si kecil masih tergolong normal sesuai usianya, ataukah justru menunjukkan tanda speech delay? Untuk memahaminya, Bapak dan Ibu bisa memperhatikan beberapa gejala speech delay berikut: 

  • Anak belum mengucapkan kata apa pun di usia 18 bulan 

  • Kosakata anak sangat terbatas di usia 2 tahun, misalnya hanya bisa mengucapkan 10 kata sederhana seperti mama, papa, minum, atau makan

  • Anak sulit memahami instruksi sederhana

  • Ucapan anak sulit dimengerti bahkan oleh orang terdekat 

  • Anak jarang melakukan kontak mata, tampak tidak merespons saat diajak bicara, atau lebih sering menggunakan gestur daripada kata

Apabila si kecil menunjukkan tanda-tanda di atas, penting untuk mewaspadai gejala tersebut dan segera berkonsultasi dengan tenaga profesional untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Dengan begitu, anak bisa mendapatkan intervensi sedini mungkin sehingga kemampuan bahasanya dapat berkembang lebih cepat dan optimal. 

Bagaimana Verbal Behavior Therapy di Blubridge Center Membantu Anak Speech Delay 

Salah satu metode yang dapat membantu anak mengatasi speech delay adalah Verbal Behavior Therapy. Terapi ini adalah metode berbasis prinsip Applied Behavior Analysis (ABA) yang berfokus pada pengembangan kemampuan komunikasi anak secara menyeluruh. 

Di Blubridge Center, kami tidak hanya mengajarkan anak untuk berbicara, tetapi juga membantu mereka memahami mengapa kata itu diucapkan dan kapan kata tersebut digunakan. Misalnya, anak belajar berbicara untuk meminta, menjawab, menolak, atau berinteraksi dengan orang lain dalam konteks yang tepat.

Berikut beberapa bentuk latihan yang biasanya dilakukan dalam Verbal Behavior Therapy untuk membantu mengembangkan kemampuan komunikasi si kecil:

  • Mand: Membantu anak belajar mengungkapkan keinginan atau meminta sesuatu yang diinginkannya.

  • Tact: Melatih anak mengenali dan menyebutkan benda-benda di sekitarnya.

  • Echoic: Mengajarkan anak menirukan kata, suara, atau ucapan dengan jelas.

  • Listener responding: Melatih anak untuk memahami dan merespon lawan bicara dengan tindakan atau gestur yang benar.

  • Matching to sample: Melatih kemampuan visual dan fokus anak dengan mencocokkan satu benda dengan pasangannya yang sesuai, seperti warna, gambar, kata, atau suara.

  • Intraverbal: Membantu anak belajar menjawab pertanyaan, memahami percakapan, dan berinteraksi secara sosial dengan orang lain

Dalam penerapannya, terapis di Blubridge Center menggunakan pendekatan yang terstruktur dan dipersonalisasi agar setiap anak mendapatkan terapi sesuai dengan kebutuhannya. Proses ini meliputi beberapa tahapan penting, yaitu:

  1. Asesmen awal: Langkah awal untuk memahami kemampuan komunikasi, karakter, serta kebutuhan spesifik anak. 

  2. Perencanaan program individual: Berdasarkan hasil asesmen, tim kami menyusun program terapi yang dipersonalisasi sesuai dengan tujuan perkembangan anak. 

  3. Sesi terapi intensif: Sesi terapi menggunakan metode Applied Behavior Analysis (ABA) dan Verbal Behavior Therapy yang dikemas secara interaktif dan menyenangkan sehingga anak merasa nyaman selama proses terapi.

  4. Monitoring & evaluasi berkala: Perkembangan anak dievaluasi secara rutin agar orang tua dapat melihat perubahan nyata dari waktu ke waktu.

Melalui rangkaian terapi ini, anak tidak hanya dilatih untuk berbicara, tetapi juga agar dapat berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. 

Keunggulan Blubridge Center sebagai Tempat Terapi Anak Speech Delay 

Kami memahami bahwa anak dengan speech delay membutuhkan pendekatan khusus agar mereka dapat belajar berkomunikasi dengan lebih percaya diri. Karena itu, sebagai pusat terapi anak speech delay di Surabaya, Blubridge Center berkomitmen menghadirkan layanan Verbal Behavior Therapy yang dirancang dengan pendekatan hangat, terstruktur, serta menyenangkan agar anak merasa aman dan nyaman selama proses terapi. 

Berikut adalah beberapa keunggulan yang menjadikan Blubridge Center pilihan tepat bagi Bapak dan Ibu dalam mengatasi speech delay pada si kecil:

  • Terapis profesional dan bersertifikasi IPAPI

Tim kami terdiri dari tenaga profesional yang berpengalaman serta memiliki sertifikasi resmi dari IPAPI (Ikatan Profesi Analis Perilaku Indonesia), dengan keahlian dalam menangani berbagai kondisi perkembangan anak, termasuk speech delay, autisme, dan tantangan perilaku.

  • Program terapi yang dipersonalisasi

Setiap anak mendapatkan terapi yang dirancang khusus berdasarkan hasil asesmen mendalam, sehingga metode dan target terapinya benar-benar sesuai dengan kemampuan serta kebutuhan individu anak.

  • Fasilitas dan lingkungan ramah anak

Kami menyediakan ruang terapi yang aman, bersih, dan menyenangkan agar anak merasa tenang dan termotivasi untuk belajar serta berinteraksi selama sesi berlangsung.

  • Pelatihan untuk orang tua

Selain itu, kami percaya bahwa keterlibatan orang tua berperan penting dalam keberhasilan terapi. Karenanya, Blubridge Center juga memberikan pelatihan bagi Bapak dan Ibu agar dapat melanjutkan stimulasi di rumah dengan cara yang tepat.

  • Monitoring dan evaluasi berkala

Proses terapi anak akan dipantau secara rutin melalui laporan perkembangan dan sesi evaluasi rutin. Dengan begitu, program terapi dapat disesuaikan secara berkala untuk memastikan kemajuan anak berlangsung optimal dan terarah.

Penutup

Perjalanan mendampingi anak dengan speech delay bukanlah hal yang mudah, tetapi Bapak dan Ibu tidak harus menjalaninya sendiri. Di Blubridge Center, kami siap membersamai setiap langkah perjalanan tersebut dengan membantu si kecil melatih kemampuan komunikasinya dengan penuh kesabaran dan perhatian. 

Jika Bapak dan Ibu mulai melihat tanda-tanda speech delay pada anak Anda, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan kami. Kami percaya, dengan bimbingan yang tepat sejak dini, setiap anak memiliki kesempatan untuk berkembang dan menemukan caranya sendiri dalam mengekspresikan dunianya.

9 Jenis Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Setiap anak memiliki cara unik dalam tumbuh dan berkembang. Ada yang mampu berbicara dan berinteraksi dengan baik dalam waktu cepat, tetapi ada juga yang butuh waktu lebih lama untuk menguasai hal tersebut. Semua itu wajar karena perjalanan tumbuh kembang anak memang tidak selalu sama antara satu dengan yang lain. 

Namun, pada anak berkebutuhan khusus, proses tumbuh kembang bisa jadi sedikit lebih kompleks. Mereka mungkin memerlukan pendampingan khusus agar bisa berkembang secara optimal, baik dalam hal komunikasi, emosi, kemampuan belajar, maupun keterampilan sosial. Di sinilah peran terapi anak berkebutuhan khusus menjadi sangat penting.

Terapi anak berkebutuhan khusus adalah serangkaian metode yang dirancang untuk membantu anak mengatasi kesulitan tertentu, seperti kesulitan berbicara, bersosialisasi, mengontrol perilaku, hingga menggerakkan anggota tubuh. Karena setiap anak itu unik, maka pendekatan terapinya pun tidak bisa disamaratakan. Setiap program akan disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter masing-masing anak.

Dalam artikel ini, kita akan membahas 9 jenis terapi anak berkebutuhan khusus yang paling umum digunakan di berbagai pusat tumbuh kembang. Kita juga akan mengulas fungsi, cara kerja, dan kapan sebaiknya terapi ini diberikan, agar orang tua bisa lebih memahami pilihan terbaik untuk mendukung perkembangan buah hati tercinta.

1. Terapi Perilaku (Behavioral Therapy)

Terapi perilaku atau behavioral therapy merupakan terapi yang berfokus untuk membantu anak membentuk kebiasaan dan perilaku positif, sekaligus mengurangi perilaku yang bisa menghambat proses belajarnya. Tujuan utamanya bukan sekadar mengubah perilaku anak, tetapi membantu mereka belajar cara baru untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan mengelola emosi dengan lebih baik.

Terapi ini cocok untuk berbagai karakter anak, terutama yang sedang belajar mengatur perhatian, mengembangkan fokus, mengelola emosi, maupun belajar keterampilan sosial dalam berperilaku sehari-hari. Melalui proses terapi yang bertahap dan konsisten, anak bisa belajar memahami perasaannya, mengatur reaksi mereka, serta berinteraksi secara lebih nyaman dengan orang lain di lingkungan rumah maupun sekolah.

Salah satu metode yang paling dikenal dalam terapi perilaku adalah Applied Behavior Analysis (ABA). Applied Behavior Analysis adalah pendekatan yang dapat membantu anak mempelajari keterampilan baru secara perlahan dan terstruktur. Dalam sesi terapi ABA, para terapis biasanya akan memberikan instruksi sederhana yang mudah diikuti, lalu memberikan penguatan positif (reward) setiap kali anak menunjukkan perilaku yang diharapkan, misalnya saat mereka mau berbagi mainan dengan teman, mengikuti arahan, atau mencoba berkomunikasi dengan orang lain.

Pendekatan ini membuat anak merasa dihargai dan termotivasi. Mereka belajar bahwa setiap usaha dan perilaku baik akan mendapatkan respon positif, sehingga muncul dorongan alami untuk terus mengulang hal-hal baik tersebut.

Terapi ABA telah terbukti sangat membantu anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD), terutama dalam meningkatkan kemampuan komunikasi, interaksi sosial, dan kemandirian sehari-hari. Namun, prinsip-prinsipnya juga bisa diterapkan untuk anak-anak lainnya, sesuai kebutuhan masing-masing.

2. Terapi Okupasi (Occupational Therapy) & Sensory Integration Therapy

Terapi okupasi atau occupational therapy adalah terapi yang bertujuan untuk membantu anak agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Terapi ini banyak diberikan pada anak dengan kesulitan fokus, mengelola emosi, down syndrome, autisme, cerebral palsy, gangguan koordinasi motorik, atau anak yang mengalami cedera dan membutuhkan pemulihan fungsi tubuh. 

Namun, tak terbatas pada itu saja, terapi okupasi juga bisa bermanfaat untuk anak yang tampak kesulitan melakukan kegiatan sederhana seperti memakai baju, menulis, atau mengatur waktu bermain dan belajar. Dalam praktiknya, terapi okupasi ini dapat membantu anak melatih berbagai aktivitas sehari-hari, seperti:

  • Mengenakan pakaian sendiri.

  • Mengatur waktu dan rutinitas harian.

  • Menggunakan alat makan dengan benar.

  • Menulis dan menggambar.

  • Berinteraksi di lingkungan sosial.

Semua kegiatan ini dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan disesuaikan dengan kemampuan serta kebutuhan spesifik setiap anak. Tujuan akhirnya adalah supaya anak bisa tumbuh menjadi pribadi yang lebih mandiri, percaya diri, dan nyaman dengan lingkungannya.

Selain itu, di dalam terapi okupasi, sering pula diterapkan Sensory Integration (SI) Therapy atau terapi integrasi sensori. Pendekatan ini membantu anak mengelola dan merespons rangsangan dari pancaindra, seperti suara, sentuhan, cahaya, atau tekstur secara lebih baik. Beberapa anak bisa jadi memiliki kepekaan sensorik yang berlebih, misalnya mudah terganggu oleh suara keras atau merasa tidak nyaman ketika disentuh. Sedangkan, anak lainnya bisa jadi justru kurang peka terhadap rangsangan tertentu. 

Melalui sensory integration therapy, terapis akan mengajak anak bermain dengan aktivitas yang menstimulasi indra secara aman dan menyenangkan, seperti ayunan, bola terapi, atau permainan dengan berbagai tekstur. Tujuan akhirnya adalah untuk membantu otak anak memproses informasi sensorik dengan lebih teratur, sehingga anak dapat lebih tenang, memiliki keseimbangan tubuh yang baik, serta mampu mengatur emosi dan perilaku secara lebih stabil dalam kehidupan sehari-hari.

3. Fisioterapi (Physical Therapy)

Fisioterapi atau disebut juga physical therapy adalah jenis terapi yang berfokus untuk membantu anak menguatkan tubuh dan meningkatkan kemampuan geraknya. Terapi ini sangat penting bagi anak yang mengalami gangguan motorik, seperti cerebral palsy, hipotonia (otot lemah), atau keterlambatan perkembangan motorik.

Dalam sesi fisioterapi, anak akan diajak bermain sambil berlatih fisik, misalnya dengan senam ringan, peregangan, permainan keseimbangan, hingga latihan berjalan. Semua kegiatan dilakukan dengan cara yang menyenangkan dan tentunya dipantau langsung oleh terapis profesional, agar tetap aman dan sesuai kemampuan anak.

Tujuan utamanya adalah untuk membantu anak mencapai tahapan gerak sesuai usianya, seperti duduk sendiri, merangkak, berdiri, hingga berjalan dengan lebih stabil. Selain memperkuat otot dan koordinasi tubuh, fisioterapi juga membantu anak menjadi lebih percaya diri saat beraktivitas sehari-hari.

Dengan latihan yang dilakukan secara rutin, anak akan memiliki kontrol tubuh yang lebih baik, bergerak dengan lebih leluasa, dan perlahan mampu menikmati aktivitas fisik seperti teman-teman seusianya.

4. Terapi Wicara (Speech Therapy)

Terapi wicara atau speech therapy merupakan salah satu jenis terapi anak berkebutuhan khusus yang berfokus pada pengembangan kemampuan komunikasi, baik komunikasi verbal maupun nonverbal. Terapi ini direkomendasikan bagi anak yang mengalami speech delay, gangguan artikulasi, gagap, atau kesulitan memahami bahasa.

Dalam pelaksanaannya, terapis wicara akan mengajak anak melakukan berbagai kegiatan menarik, seperti:

  • Bernyanyi atau bermain peran untuk mendorong anak berbicara lebih aktif.

  • Membaca buku bersama untuk memperluas kosakata.

  • Melatih anak untuk menyusun kalimat atau bercerita sederhana.

Speech therapy ditangani oleh speech language pathologist  dan berfokus pada mengajarkan anak bagaimana menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan dan berinteraksi. Dengan strategi ini, anak belajar bahwa kata-kata memiliki fungsi sosial yang penting, sehingga mereka lebih termotivasi untuk berkomunikasi.

Terapi wicara tidak hanya membantu anak berbicara lebih lancar dan artikulasi yang jelas, tetapi juga meningkatkan kemampuan memahami instruksi serta berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

5. Play Therapy

Play therapy merupakan bentuk terapi perkembangan anak yang dilakukan melalui aktivitas bermain terstruktur. Terapi ini dirancang khusus untuk anak-anak usia dini karena bermain adalah sarana utama mereka dalam belajar dan mengekspresikan emosi.

Dalam sesi play therapy, anak akan diajak bermain dengan menggunakan alat atau permainan yang bersifat terapeutik, seperti boneka, pasir, bermain peran (role play), atau permainan seni. Melalui permainan-permainan ini, anak akan dapat mengungkapkan perasaan, mengelola kecemasan, dan membangun kemampuan sosial secara alami.

Play therapy juga bisa membantu anak memahami situasi yang sulit, seperti rasa kehilangan, trauma, atau konflik di rumah. Dengan bimbingan terapis, anak akan belajar mengolah perasaan tersebut dengan cara yang sehat dan positif. Terapi ini sangat efektif bagi anak yang mengalami kesulitan beradaptasi, memiliki gangguan perilaku, atau memiliki masalah emosional tertentu.

6. DIR Floortime Therapy

DIR Floortime adalah terapi bermain yang bertujuan untuk meningkatkan perkembangan sosial emosi dan interaksi anak. Pendekatan terapi yang digunakan adalah child-led, yakni mengikuti minat anak agar tercipta interaksi yang bermakna

Metode ini dikembangkan oleh Dr. Stanley Greenspan untuk membantu anak dengan gangguan perkembangan, seperti Autism Spectrum Disorder (ASD), anak dengan tanda-tanda perkembangan yang belum teridentifikasi (undiagnosed), anak dengan kesulitan dalam interaksi sosial dan emosional, maupun anak neurotypical

Adapun, DIR merupakan singkatan dari:

  • D (Developmental): Memahami tahapan perkembangan emosi, sosial, dan berpikir pada anak yang saling berhubungan. 

  • I (Individual Differences): Menyesuaikan pendekatan dengan karakter dan kebutuhan unik setiap anak.

  • R (Relationship-Based): Membangun hubungan yang kuat antara anak, terapis, dan orang tua.

Dalam sesi DIR Floortime therapy, terapis dan orang tua berinteraksi serta melakukan kegiatan bersama anak di berbagai setting yang disesuaikan dengan minat anak untuk mendorong munculnya interaksi yang disengaja (intentional interaction). Aktivitas bermain ini bukan sekadar hiburan bagi anak, melainkan merupakan cara untuk memasuki dunia anak dengan mengikuti minatnya (child-led). 

Melalui pendekatan ini, anak dapat belajar meregulasi diri, terlibat (engage), serta membangun interaksi dua arah baik secara nonverbal (misalnya eye contact, joint attention, mengangguk, atau menggeleng) maupun secara verbal. 

Tujuan terapi ini juga dapat memperkuat pondasi akademik yakni kemampuan berpikir abstraksi melalui kegiatan bermain pretend play (mengaitkan 1 ide dengan ide permainan yang lain) Dengan pondasi ini, anak akan lebih siap untuk belajar, beradaptasi, dan menjalin hubungan yang positif dengan lingkungannya.

7. Remedial Teaching

Remedial teaching merupakan bentuk pembelajaran khusus yang dirancang bagi anak yang mengalami kesulitan akademik di sekolah. Terapi ini membantu anak memperkuat kemampuan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung. Anak yang membutuhkan remedial teaching biasanya memiliki hambatan belajar seperti disleksia, diskalkulia, atau kesulitan memahami pelajaran meskipun memiliki kecerdasan dalam batasan normal.

Dalam remedial teaching, terapis akan melakukan asesmen awal untuk mengetahui area kesulitan anak. Setelah itu, terapis akan menyusun program pembelajaran yang dipersonalisasi, baik secara individu maupun kelompok kecil. Metode dalam remedial teaching meliputi pengulangan materi, latihan tambahan, serta penggunaan media pembelajaran multisensori agar anak lebih mudah memahami konsep.

Dengan pendekatan yang terstruktur dan penuh empati, remedial teaching dapat membantu anak mengejar ketertinggalan akademik, membangun kepercayaan diri, dan kembali menikmati proses belajar.

8. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) adalah jenis terapi psikologis yang bisa membantu anak mengenali cara berpikir negatif yang dapat mempengaruhi perasaan dan perilakunya, lalu mengubah cara berpikir tersebut menjadi lebih positif. Dengan kata lain, terapi ini mengajarkan anak untuk memahami bahwa pikiran, perasaan, dan tindakan itu saling berhubungan, dan ketika anak belajar mengatur pikirannya, maka perilaku serta emosinya pun akan ikut membaik. 

CBT sangat bermanfaat bagi anak yang mengalami kesulitan emosional seperti cemas berlebihan, mudah sedih, sulit mengontrol emosi, ADHD, atau gangguan perilaku lainnya. Dalam sesi terapi CBT, terapis akan membantu anak menyadari pikiran-pikiran yang tidak realistis atau terlalu keras terhadap diri sendiri, lalu menggantinya dengan pola pikir yang lebih positif dan sehat.

Misalnya, jika anak sering merasa, “Aku tidak bisa melakukan apapun dengan benar”, maka terapis akan membantu anak melihat sudut pandang lain, seperti “Aku memang belum bisa sekarang, tapi aku bisa belajar dan mencoba lagi.” Dengan cara ini, anak akan mulai belajar berbicara lebih baik kepada dirinya sendiri dan membangun rasa percaya diri yang lebih kuat.

Selain itu, terapi CBT juga melatih anak untuk menghadapi stres, mengelola emosi, dan beradaptasi dengan situasi baru dengan lebih tenang. Perlahan-lahan, anak akan belajar bahwa perasaan tidak nyaman bukan sesuatu yang harus dihindari, tapi bisa dikelola dengan cara yang sehat. Tujuan akhirnya adalah agar anak tumbuh menjadi pribadi yang lebih tangguh, berpikiran positif, dan mampu menghadapi tantangan sehari-hari dengan lebih percaya diri.

9. ACT (Acceptance Commitment Therapy)

Acceptance Commitment Therapy (ACT) adalah pendekatan terapi yang berfokus pada penerimaan diri, serta berfokus pada tindakan-tindakan yang sesuai atau selaras dengan nilai-nilai (values) yang dianut secara pribadi. Dalam konteks anak, terapi ACT mampu membantu anak memahami bahwa memiliki emosi seperti marah, takut, atau sedih adalah hal yang wajar, bukan sesuatu yang harus dihindari atau ditekan. Lewat terapi ini, anak diajak untuk mengenali pikiran dan perasaan mereka tanpa harus langsung mengubah atau melawannya. Dengan begitu, mereka bisa belajar bahwa emosi itu tidak berbahaya dan bisa dihadapi dengan cara yang lebih sehat dan positif.

Bagi banyak anak, terutama yang sedang belajar mengatur emosi atau menghadapi situasi baru, rasa cemas dan frustasi bisa muncul dengan mudah saat sedang beraktivitas. Terapi ACT ini dapat membantu anak menerima perasaan tersebut sebagai bagian dari pengalaman hidup, sambil tetap berkomitmen untuk melakukan hal-hal yang penting atau berarti bagi mereka. Misalnya, ketika seorang anak merasa takut untuk tampil di depan kelas, terapis akan membantu mereka menyadari perasaan takut yang muncul tanpa menghakiminya, lalu perlahan mengajarkan langkah-langkah konkret agar mereka tetap bisa berani tampil meski ada rasa cemas di dalam diri.

Terapi ACT juga bisa membantu anak tumbuh dengan ketahanan emosional yang lebih kuat. Mereka akan belajar bahwa tidak apa-apa merasa takut, sedih, atau marah, yang penting adalah bagaimana mereka memilih bertindak setelah itu. Dengan bimbingan terapis dan dukungan orang tua, ACT menjadi jembatan bagi anak untuk mengenal dirinya lebih baik, menerima perasaannya dengan lapang, dan berani mengambil langkah kecil menuju perubahan yang positif.

Apa Terapi yang Tepat untuk Anak Anda?

Memilih terapi yang tepat bagi anak, tentu bukan hal yang bisa dilakukan sendirian oleh orang tua dan itu sangat wajar. Setiap anak memiliki kebutuhan dan cara belajar yang unik, sehingga jenis terapi yang dibutuhkan pun bisa berbeda-beda. 

Untuk menentukan terapi yang paling sesuai, diperlukan asesmen profesional dari tenaga ahli seperti psikolog anak, dokter anak, atau tim multidisipliner, yakni gabungan dari beberapa profesional yang bekerja bersama untuk memahami kebutuhan anak secara menyeluruh. 

Dalam proses asesmen ini, biasanya dilakukan beberapa langkah, seperti:

  • Observasi perilaku anak, baik saat bermain maupun berinteraksi.

  • Wawancara dengan orang tua untuk memahami riwayat perkembangan dan kebiasaan anak di rumah.

  • Penilaian terhadap kemampuan kognitif, motorik, sosial, dan emosional anak.

Hasil dari proses asesmen inilah yang kemudian menjadi dasar untuk merancang program terapi yang paling sesuai dan efektif bagi anak.

Perlu diingat, bahwa Bapak dan Ibu sangat disarankan untuk tidak menentukan terapi sendiri atau melakukan self-diagnosis berdasarkan informasi dari internet. Walaupun niatnya tentu baik, namun keputusan yang tidak tepat justru bisa membuat perkembangan anak berjalan lebih lambat atau bahkan menimbulkan kebingungan baru. Dengan pendampingan tenaga profesional, setiap langkah terapi dapat dipastikan aman dan benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan unik anak Anda.

Kesimpulan

Terdapat berbagai jenis terapi anak yang dapat membantu mendukung tumbuh kembang anak berkebutuhan khusus, mulai dari terapi perilaku (ABA), terapi okupasi dan integrasi sensori, fisioterapi, terapi wicara (Verbal Behavior Therapy), hingga CBT dan play therapy. Setiap terapi memiliki tujuan dan manfaat yang berbeda, namun semuanya bertujuan sama, yaitu membantu anak mencapai potensi terbaiknya.

Sebagai pusat terapi anak profesional di Surabaya, Blubridge Center menghadirkan layanan terapi anak berkebutuhan khusus dengan metode ABA dan Verbal Behavior Therapy yang terbukti efektif dan berbasis penelitian (evidence-based).

Blubridge Center menerapkan pendekatan komprehensif melalui empat tahap pendampingan, yaitu sebagai berikut:

  • Asesmen awal: Dilakukan untuk memahami kebutuhan dan profil perkembangan anak.

  • Perencanaan program: Disusun secara individual berdasarkan hasil asesmen.

  • Pelaksanaan terapi: Dilakukan oleh terapis profesional yang terlatih dan berada di bawah pengawasan BCBA (Board Certified Behavior Analyst) dan psikolog klinis anak.

  • Monitoring dan evaluasi: Dilakukan secara berkala untuk menilai progress dan menyesuaikan strategi terapi sesuai perkembangan anak.

Keunggulan Blubridge Center meliputi tim terapis berdedikasi tinggi, penggunaan metode ilmiah, serta program terapi yang dipersonalisasi agar sesuai dengan karakteristik unik setiap anak. 

Perjalanan mendampingi anak berkebutuhan khusus memang membutuhkan kesabaran dan konsistensi, namun dengan dukungan terapi yang tepat, anak memiliki peluang besar untuk berkembang optimal. Jika Bapak dan Ibu ingin mengetahui terapi apa yang paling sesuai untuk buah hati Anda, tim profesional di Blubridge Center Surabaya siap membantu. Hubungi admin kami untuk membuat janji konsultasi dan segera daftarkan anak Anda ke Blubridge Center

Penyebab & Cara Mengatasi Anak Takut ke Dokter Gigi

Bagi sebagian anak, kunjungan ke dokter gigi bisa menjadi pengalaman yang penuh ketegangan. Beberapa anak akan menunjukkan rasa cemas, menolak membuka mulut, bahkan menangis histeris ketika melihat kursi periksa dan alat-alat kedokteran gigi. Kondisi anak takut ke dokter gigi ini merupakan hal yang umum terjadi, terutama pada anak usia dini. 

Meski begitu, kondisi ini sebaiknya tidak dibiarkan saja karena bisa memiliki dampak jangka panjang. Anak yang terus-menerus menghindari perawatan gigi berisiko mengalami kerusakan gigi, infeksi, dan gangguan kesehatan mulut lainnya. Sementara itu, anak yang tetap dipaksa ke dokter gigi meskipun takut, apalagi sampai melibatkan pemaksaan secara fisik, akan mengalami trauma emosional yang semakin mendalam dan berkepanjangan. 

Oleh karena itu, penting bagi Bapak dan Ibu untuk memahami penyebab di balik ketakutan anak, serta bagaimana cara mengatasinya dengan pendekatan yang tepat dan ramah anak. Dalam artikel ini, akan dibahas penyebab umum anak takut ke dokter gigi serta cara mengatasinya yang bisa Bapak dan Ibu terapkan. 

Penyebab Anak Takut ke Dokter Gigi

Rasa takut anak terhadap dokter gigi bisa muncul akibat berbagai faktor. Masing-masing anak tentunya memiliki pengalaman dan tingkat sensitivitas yang berbeda-beda, sehingga penyebabnya tidak selalu sama antara satu anak dengan anak lainnya. Berikut ini adalah beberapa penyebab umum anak takut ke dokter gigi:

1. Trauma Pengalaman Buruk Sebelumnya

Banyak anak merasa takut ke dokter gigi karena pernah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan pada kunjungan sebelumnya. Misalnya, anak pernah merasakan nyeri saat dicabut giginya, mendengar suara bor yang keras dan menakutkan, atau melihat darah saat tindakan dilakukan. Bagi orang dewasa, mungkin hal itu terasa sepele, tapi bagi anak, pengalaman seperti ini bisa meninggalkan bekas yang kuat di ingatan. 

Ketakutan seperti ini sebenarnya merupakan hal yang wajar dan alami, apalagi bagi anak yang belum benar-benar memahami tujuan dari tindakan medis dokter gigi. Namun, rasa takut ini bisa semakin kuat jika dibiarkan terus-menerus tanpa diatasi dengan baik.

2. Sensitivitas Sensorik

Bagi sebagian anak, terutama yang memiliki sensitivitas sensorik tinggi, suara alat medis, cahaya lampu yang terlalu terang, aroma antiseptik, atau sentuhan pada area wajah dan mulut bisa menjadi rangsangan yang mengganggu dan membuat anak tidak nyaman.  Hal ini sering kali tidak disadari oleh orang tua, padahal gangguan-gangguan sensorik seperti ini  bisa menjadi salah satu faktor utama anak enggan ke dokter gigi.

3. Anak Mengalami ASD atau ADHD

Anak dengan ASD seringkali lebih sulit dalam menyesuaikan diri dengan perubahan rutinitas. Jadi, ketika mereka tiba-tiba diajak ke dokter gigi, anak akan merasa seperti berada di ruangan baru di mana isinya adalah orang-orang yang asing dengan alat-alat yang tidak familiar. Bayangan ini akan memicu kecemasan dan ketegangan yang besar bagi mereka, sehingga menimbulkan reaksi penolakan dari anak.

Sementara itu, anak dengan ADHD mungkin akan kesulitan duduk diam dalam waktu lama selama proses perawatan gigi berlangsung. Mereka mudah merasa gelisah atau bosan, yang kadang membuat proses pemeriksaan menjadi lebih sulit dijalani. Akibatnya, mereka menolak atau melawan ketika berada di ruang praktik dokter gigi.

Dampak Anak Takut ke Dokter Gigi

Sebelum membahas cara mengatasinya, penting bagi orang tua untuk memahami dampak jika ketakutan anak terhadap dokter gigi ini dibiarkan atau ditangani dengan cara yang kurang tepat. Anak yang terus-menerus menghindari perawatan gigi dapat mengalami:

  • Kerusakan gigi yang semakin parah dan sulit ditangani, karena pemeriksaan rutin tidak pernah dilakukan.

  • Rasa sakit yang berulang akibat gigi berlubang atau infeksi yang tidak tertangani dengan benar.

  • Gangguan kepercayaan diri karena kondisi gigi yang rusak atau berbau, sehingga anak enggan tersenyum atau berbicara di depan orang lain.

Jika anak yang takut ke dokter gigi tetap dipaksa menurut, apalagi melibatkan pemaksaan fisik seperti menahan tubuh anak, memaksa membuka mulut, atau membentak agar anak diam, maka dampaknya bisa jauh lebih serius, seperti:

  • Trauma berkepanjangan terhadap tenaga medis: Anak akan takut setiap kali berhadapan dengan dokter atau tenaga medis lainnya, bahkan di luar konteks perawatan gigi.

  • Rasa tidak percaya pada orang tua: Anak mungkin merasa bahwa orang tua tidak berpihak padanya dan tidak memahami ketakutannya, sehingga muncul rasa kecewa.

  • Ketakutan yang semakin parah di kunjungan berikutnya: Pemaksaan dapat membuat anak semakin menolak untuk kembali ke dokter, bahkan saat kondisinya sudah darurat.

  • Masalah perilaku di masa depan: Anak yang sering dipaksa bisa menunjukkan perilaku agresif, menolak aturan, atau menutup diri ketika menghadapi situasi yang membuatnya tidak nyaman.

Dengan memahami dampak-dampak di atas, diharapkan Bapak dan Ibu tidak lagi menggunakan pendekatan paksaan, melainkan berfokus pada cara-cara yang lebih lembut dan suportif.

Cara Mengatasi Anak Takut ke Dokter Gigi

Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan Bapak dan Ibu untuk membantu anak Anda mengatasi ketakutannya secara positif:

1. Jangan Menakut-nakuti Anak

Bapak dan Ibu mungkin tanpa sadar pernah menggunakan dokter gigi sebagai bentuk ancaman, seperti “Awas ya kalau nggak sikat gigi, nanti disuntik dokter gigi.” Nah, kalimat seperti ini justru memperkuat asosiasi negatif anak terhadap dokter gigi. Oleh karena itu, Bapak dan Ibu lebih baik menggantinya dengan bahasa yang positif. Jelaskan bahwa dokter gigi akan membantu agar gigi anak tetap kuat dan sehat.

2. Ceritakan Pengalaman Positif tentang Dokter Gigi

Sebelum kunjungan, ceritakan pengalaman positif Anda sendiri saat ke dokter gigi. Misalnya, bagaimana gigi Anda menjadi lebih bersih setelah diperiksa, atau bagaimana dokter bersikap ramah kepada Anda. Cerita yang menyenangkan dapat membantu anak membentuk ekspektasi positif dan merasa lebih tenang saat berhadapan langsung dengan dokter gigi.

3. Biasakan Anak dengan Pemeriksaan Gigi Sejak Dini

Anak yang terbiasa mengunjungi dokter gigi sejak usia dini cenderung lebih tenang saat pemeriksaan berikutnya. Bapak dan Ibu bisa memperkenalkan anak pada lingkungan klinik sejak kecil, bahkan sebelum anak mengalami masalah gigi. Misalnya, dengan mengajak anak ikut serta saat Bapak dan Ibu memeriksa gigi. Dengan begitu, anak akan melihat kunjungan ke dokter gigi sebagai hal rutin yang biasa dilakukan, bukan sebuah pengalaman yang menakutkan.

4. Bermain Role Play Sebelum Pergi ke Klinik

Bermain role play atau berpura-pura menjadi dokter gigi di rumah juga bisa sangat membantu mengatasi ketakutan anak terhadap dokter gigi. Bapak dan Ibu bisa menggunakan boneka atau mainan untuk memperagakan proses pemeriksaan gigi. Ajak anak berperan sebagai pasien, lalu bergantian menjadi dokter. Aktivitas ini akan membuat anak lebih familiar dengan proses pemeriksaan dan mengurangi ketegangan saat berada di klinik yang sebenarnya.

5. Ajarkan Anak Teknik Menenangkan Diri

Sebelum pergi ke dokter, Bapak dan Ibu juga bisa melatih anak menggunakan teknik relaksasi sederhana seperti menarik napas dalam atau memeluk boneka kesayangannya jika mulai merasa takut dengan proses tindakan. Teknik ini bisa membantu anak mengelola rasa cemas dan menenangkan diri saat berada di ruang pemeriksaan.

Kapan Anak Perlu Bantuan Profesional?

Jika berbagai cara di atas sudah Anda coba, namun anak masih menunjukkan reaksi yang cenderung ekstrem, mungkin sudah saatnya bagi Anda untuk melibatkan tenaga profesional. 

Anak mungkin perlu bantuan terapi ketika menunjukkan beberapa tanda berikut:

  • Histeris saat berada di ruang dokter gigi, seperti menangis keras, menjerit, atau berusaha kabur.

  • Menolak membuka mulut atau menutup gigi rapat-rapat, meskipun sudah dibujuk dengan lembut.

  • Menolak disentuh dokter atau dipasang alat, bahkan untuk pemeriksaan yang bersifat ringan.

Kondisi seperti ini bisa menandakan adanya ketakutan yang mendalam, atau adanya hambatan perilaku tertentu yang perlu ditangani secara profesional. Salah satu metode yang efektif adalah dengan menggunakan terapi ABA (Applied Behavior Analysis).

Terapi ABA untuk Mengatasi Anak Takut ke Dokter Gigi

Terapi ABA (Applied Behavior Analysis) merupakan pendekatan ilmiah yang berfokus untuk membangun kebiasaan positif dan keterampilan adaptif pada anak. Terapi ini tidak hanya bermanfaat bagi anak dengan hambatan tumbuh kembang seperti ASD atau ADHD, tetapi juga dapat membantu anak yang mengalami ketakutan atau fobia tertentu, termasuk ketakutan terhadap dokter gigi. Berikut cara kerja terapi ABA dalam membantu anak yang takut ke dokter gigi:

1. Gradual Exposure (Shaping)

Gradual exposure merupakan metode di mana terapis akan memperkenalkan anak pada situasi dokter gigi secara bertahap. Misalnya, pada sesi awal, anak hanya akan diperlihatkan gambar dokter gigi saja. Setelah itu, anak akan diajak mendengarkan suara alat medis, lalu perlahan-lahan dibawa mengunjungi klinik gigi tanpa melakukan pemeriksaan. Pendekatan bertahap seperti ini akan membantu anak menyesuaikan diri dengan stimulus yang sebelumnya menakutkan tanpa mengalami stres yang berlebih.

2. Task Analysis

Task analysis merupakan metode di mana terapis akan memecah proses kunjungan ke dokter gigi menjadi beberapa langkah kecil, seperti:

  • Masuk ke ruang tunggu.

  • Duduk di kursi periksa.

  • Membuka mulut.

  • Menyentuh alat-alat pemeriksaan dan mendengar suaranya.

  • Menyelesaikan pemeriksaan singkat.

Setiap langkah ini akan diajarkan satu per satu, sampai anak merasa nyaman sebelum melangkah ke tahap berikutnya. Dengan cara ini, anak dapat belajar menghadapi situasi kompleks secara sistematis.

3. Reinforcement Positif

Ketika anak berhasil melewati satu tahap tanpa rasa takut, terapis akan memberikan reinforcement positif seperti pujian, pelukan, atau hadiah kecil. Penguatan positif ini membantu anak membangun asosiasi yang menyenangkan terhadap pengalaman ke dokter gigi.

Contohnya, anak yang berhasil duduk di kursi periksa selama satu menit tanpa menangis akan diberikan reward yang ia sukai. Seiring waktu, rasa takut anak akan semakin berkurang karena anak merasa aman dan dihargai.

4. Behavior Rehearsal

Dalam terapi ABA, anak juga akan diajak untuk berlatih perilaku adaptif melalui simulasi (behavior rehearsal). Anak akan berlatih membuka mulut, duduk tenang, atau menjawab instruksi sederhana dari dokter gigi yang diperankan oleh terapis. Latihan ini akan dilakukan berulang sampai perilaku positif yang diajarkan menjadi kebiasaan yang akan muncul secara alami saat anak menghadapi situasi sebenarnya.

Dengan kombinasi teknik tersebut, terapi ABA dapat membantu anak memahami bahwa dokter gigi bukanlah sesuatu yang menakutkan, melainkan bagian dari rutinitas kesehatan yang perlu dijalani demi kesehatan.

Kesimpulan

Rasa takut ke dokter gigi pada anak adalah hal yang wajar, namun tidak boleh diabaikan. Bapak dan Ibu sebagai orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk membangun pengalaman positif anak terhadap perawatan gigi, mulai dari cara berbicara, memberi contoh, hingga menciptakan suasana aman dan menyenangkan.

Namun, jika anak tetap menunjukkan ketakutan yang ekstrem meskipun Bapak dan Ibu sudah mencoba berbagai cara, maka sebaiknya Bapak dan Ibu segera mencari pendampingan profesional. Salah satu pendekatan profesional yang terbukti efektif adalah terapi ABA di Blubridge Center Surabaya.

Terapi ABA di Blubridge Center Surabaya

Blubridge Center merupakan pusat terapi anak di Surabaya yang berfokus pada terapi ABA (Applied Behavior Analysis) dan berbagai intervensi lainnya, untuk anak yang memiliki hambatan tumbuh kembang. Di sini, anak akan didampingi oleh tim terapis profesional yang berpengalaman menangani anak dengan ASD, ADHD, gangguan perilaku, gangguan sensorik, serta kesulitan komunikasi dan sosial. 

Program terapi di Blubridge Center dirancang secara individual dengan menyesuaikan kebutuhan dan karakteristik masing-masing anak. Hal ini akan membuat terapi berjalan lebih efektif, aman, dan menyenangkan bagi anak. Selain membantu anak dengan hambatan perkembangan, Blubridge Center juga membantu anak yang mengalami ketakutan berlebih terhadap situasi tertentu, termasuk anak takut ke dokter gigi.

Jika Bapak dan Ibu mulai melihat tanda-tanda anak menunjukkan ketakutan ekstrem terhadap dokter gigi, jangan menunggu hingga kondisinya memburuk. Segera konsultasikan dengan tim profesional di Blubridge Center untuk mendapatkan pendampingan yang tepat. Hubungi admin kami untuk membuat janji konsultasi dan segera daftarkan anak Anda di Blubridge Center.

Gejala ADHD pada Anak yang Harus Diwaspadai Orang Tua

anak sedang mempertahankan fokusnya selama belajar

Setiap anak punya energi dan tingkat fokus yang berbeda-beda. Namun, jika Bapak dan Ibu melihat anak tampak sulit diam, mudah terdistraksi, atau sering mendapat teguran di sekolah karena kesulitan mengikuti arahan, hal ini perlu diwaspadai. 

Memang benar bahwa perilaku seperti ini terkadang masih tergolong wajar. Tetapi, bila perilaku ini berlangsung terus-menerus dan mengganggu kegiatan sehari-hari, ada kemungkinan anak mengalami ADHD (Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder). 

Lantas, apa itu ADHD dan apa saja gejalanya yang harus Bapak & Ibu ketahui? Simak artikel ini selengkapnya. 

Pengertian ADHD

ADHD, atau Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder, adalah gangguan perkembangan saraf yang membuat seseorang kesulitan untuk fokus, cenderung hiperaktif, dan sering bertindak impulsif. Kondisi ini biasanya muncul sejak masa kanak-kanak dan dapat memengaruhi kehidupan anak di sekolah, rumah, maupun lingkungan sosial.

Sebagai orang tua, mengetahui bahwa si kecil memiliki ADHD tentu terasa sangat mengkhawatirkan. Namun, penting dipahami bahwa ADHD bukan karena pola asuh yang salah atau karena anak “nakal.” ADHD terjadi karena perbedaan perkembang otak yang membuat anak lebih sulit mengendalikan perhatian, emosi, dan perilakunya dibanding anak seusianya.

Jenis ADHD pada Anak

Secara umum, ada tiga jenis ADHD yang biasanya muncul:

  • Tipe Inattentive (Kesulitan Memusatkan Perhatian)

Anak sering tampak melamun, mudah terdistraksi, atau sulit menyelesaikan tugas. Mereka mungkin lupa menaruh barang, sulit mengikuti instruksi, atau tampak “terbang” saat bermain atau belajar.

  • Tipe Hyperactive-Impulsive (Hiperaktif dan Impulsif)

Anak cenderung bergerak terus-menerus, sulit duduk diam, atau berbicara tanpa henti. Mereka juga bisa bertindak terburu-buru tanpa memikirkan konsekuensi, misalnya memotong pembicaraan atau mengambil barang orang lain tanpa izin.

  • Tipe Kombinasi (Inattentive + Hyperactive-Impulsive)

Anak menunjukkan gejala gabungan dari kedua tipe sebelumnya, yaitu kesulitan fokus sekaligus hiperaktif dan impulsif.

Mengenali jenis ADHD yang dialami anak akan sangat membantu orang tua dan tenaga profesional menentukan strategi dan intervensi yang tepat, sehingga anak bisa lebih mudah belajar, beradaptasi, dan berkembang sesuai potensinya.

Gejala ADHD

Menurut DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition), gejala ADHD terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu Inattention (kurang perhatian) dan Hyperactivity & Impulsivity (hiperaktif dan impulsif).

1. Inattention (Kurang Perhatian)

Anak dengan ADHD tipe inattention cenderung mengalami masalah fokus dan konsentrasi. Beberapa gejala yang bisa diperhatikan, antara lain:

  • Sering membuat kesalahan ceroboh dalam tugas sekolah atau kegiatan sehari-hari

  • Sulit mempertahankan perhatian pada tugas atau aktivitas panjang

  • Terkesan tidak mendengarkan saat diajak bicara langsung

  • Sering gagal menyelesaikan instruksi, tugas, atau pekerjaan rumah

  • Kesulitan mengatur kegiatan atau tugas (misalnya jadwal, materi sekolah)

  • Menghindari tugas yang memerlukan usaha mental berkelanjutan, seperti membaca panjang atau mengerjakan PR

  • Sering kehilangan barang penting (alat tulis, buku, mainan, atau seragam)

  • Mudah terganggu oleh suara atau aktivitas di sekitarnya

  • Sering lupa melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya melupakan tugas rumah atau lupa membawa bekal

2. Hyperactivity & Impulsivity (Hiperaktif dan Impulsif)

Pada tipe ini, anak tampak sangat aktif dan kesulitan mengendalikan dorongan dalam diri. Gejala yang bisa muncul meliputi:

  • Sering gelisah, menggoyang-goyangkan tangan atau kaki, atau sulit duduk diam

  • Sering keluar dari tempat duduk di situasi yang seharusnya duduk tenang, seperti di kelas

  • Berlari atau memanjat di situasi yang tidak pantas

  • Sulit bermain atau melakukan kegiatan santai dengan tenang

  • Terlihat “selalu bergerak” atau seolah digerakkan oleh motor

  • Bicara berlebihan, bahkan di saat tidak tepat

  • Menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai diajukan

  • Kesulitan menunggu giliran, misalnya saat bermain atau antre

  • Sering menyela pembicaraan atau mengganggu aktivitas orang lain

Kriteria Tambahan

Selain gejala utama di atas, ada beberapa kriteria tambahan untuk mendiagnosis ADHD:

  • Beberapa gejala sudah muncul sebelum usia 12 tahun

  • Gejala muncul secara konsisten selama minimal 6 bulan dan terlihat di dua atau lebih latar lingkungan, misalnya di rumah dan sekolah

  • Gejala yang muncul benar-benar mengganggu keseharian anak, baik secara akademik maupun sosial

  • Gejala tidak bisa dijelaskan oleh kondisi medis atau gangguan lain

Segera Hubungi Profesional Jika Anak Menunjukkan Gejala ADHD

Bapak dan Ibu, perlu dipahami bahwa ADHD adalah kondisi yang hanya bisa dipastikan melalui evaluasi profesional, bukan sekadar dari observasi sepihak orang tua. Jadi, jika anak menunjukkan gejala ADHD secara konsisten, jangan ragu untuk segera mencari bantuan psikolog atau dokter spesialis anak. 

Hindari melakukan self-diagnose, karena melabeli anak tanpa pemeriksaan yang tepat bisa membuat anak merasa tertekan, menurunkan rasa percaya diri, dan menghambat tumbuh kembangnya. Lebih jauh lagi, self-diagnose dapat membuat penanganan menjadi salah arah, menutupi kemungkinan adanya kondisi lain yang lebih serius, bahkan menimbulkan stigma sosial yang justru merugikan anak.

Dengan demikian, jangan menunda untuk berkonsultasi dengan profesional, karena semakin cepat dilakukan evaluasi, semakin besar peluang anak mendapatkan intervensi yang tepat.

Blubridge Center: Pusat Terapi ABA untuk Anak dengan ADHD

Mengasuh anak dengan ADHD bukanlah hal yang mudah. Anak sering kesulitan untuk fokus, sering bergerak tanpa henti, atau bertindak impulsif sehingga memengaruhi kesehariannya di rumah maupun di sekolah. Akibatnya, Bapak dan Ibu tentu sering merasa kewalahan.

Blubridge Center memahami tantangan tersebut dan hadir untuk membantu anak dengan ADHD menggunakan terapi Applied Behavior Analysis (ABA). Terapi ini mendorong anak mengurangi berbagai perilaku yang menghambat dengan memberikan penguatan perilaku positif. 

Melalui metode terapi yang terstruktur, konsisten, dan personal, anak akan belajar mengelola perilakunya sehari-hari, meningkatkan fokus, serta mengembangkan keterampilan komunikasi. Dengan demikian, anak bisa menunjukkan perkembangan signifikan dari hari ke hari.

Oleh karenanya, jangan ragu untuk memulai langkah kecil hari ini bersama Blubridge Center agar si kecil bisa tumbuh lebih mandiri dan bahagia. Segera hubungi tim kami untuk membuat janji konsultasi dan daftarkan si kecil mengikuti terapi ABA di Blubridge Center Surabaya.


Referensi:

https://www.nhs.uk/conditions/adhd-children-teenagers/ 

https://www.cdc.gov/adhd/signs-symptoms/index.html 

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/adhd/symptoms-causes/syc-20350889