Tantrum adalah bagian dari fase perkembangan anak yang sering membuat orang tua kewalahan. Saat tantrum, anak bisa menangis kencang, berguling di lantai, atau bahkan sampai melempar barang. Situasi ini tentu sangat melelahkan.
Namun, sebagai orang tua, Bapak & Ibu perlu memahami bahwa tantrum sebenarnya bukan perilaku “nakal”, melainkan cara anak mengekspresikan diri ketika mereka belum mampu menyampaikan perasaan, keinginan, atau kebutuhannya dengan kata-kata.
Dalam artikel ini, kami akan menguraikan apa saja pemicu tantrum, bagaimana cara mengatasi anak tantrum dengan tepat, serta cara mencegahnya agar anak bisa belajar menyalurkan emosinya dengan lebih sehat.
Alasan Tantrum pada Anak
Tantrum pada anak biasanya bukan suatu hal yang muncul begitu saja, tetapi disebabkan oleh alasan tertentu. Dengan memahami hal ini, Bapak & Ibu bisa lebih bijak dalam merespons tantrum anak tanpa langsung terbawa emosi.
Escape (melarikan diri dari situasi yang tidak disukai)
Anak bisa tantrum karena ingin lepas dari aktivitas yang menurut mereka sulit, membosankan, atau membuat tidak nyaman. Misalnya, saat diminta membereskan mainan, mandi, atau mengerjakan tugas sekolah. Alih-alih berkata, “Aku capek, aku nggak mau,” anak justru menangis keras, berteriak, atau menolak dengan tantrum. Ini adalah cara mereka melarikan diri dari situasi yang tidak mereka sukai.
Attention-seeking (mencari perhatian)
Ada kalanya anak tantrum hanya karena ingin diperhatikan. Misalnya, saat Bapak atau Ibu sedang sibuk dengan ponsel atau pekerjaan rumah, tiba-tiba anak menangis keras atau menjatuhkan barang. Meski terlihat merepotkan, bagi anak ini adalah cara efektif untuk memastikan dirinya kembali menjadi pusat perhatian.
Tangible reinforcement (mendapatkan sesuatu yang diinginkan)
Ketika anak menginginkan sesuatu, seperti mainan di toko atau camilan di minimarket, lalu orang tua berkata “tidak”, mereka bisa langsung tantrum. Hal ini karena anak belum sepenuhnya bisa menerima penolakan. Reaksi yang muncul biasanya berupa tangisan keras, berguling di lantai, atau berteriak. Semua ini adalah upaya anak untuk meluluhkan hati orang tuanya agar memberikan apa yang mereka mau.
Sensory stimulation (mengatasi rangsangan sensorik)
Tantrum juga bisa muncul karena faktor sensorik yang membuat mereka tidak nyaman. Misalnya, suara musik di mal yang terlalu bising, lampu kamar terlalu terang, atau tekstur pakaian yang tidak nyaman. Anak melakukan tantrum untuk mengekspresikan ketidaknyamanan tersebut.
Cara Mengatasi Anak Tantrum
Saat anak tantrum, wajar bila orang tua merasa kewalahan dan bingung bagaimana menenangkan mereka. Namun, penting untuk diingat bahwa reaksi Bapak & Ibu sangat berpengaruh pada bagaimana anak belajar mengelola emosinya. Nah, berikut ini adalah beberapa cara mengatasi anak tantrum yang bisa dicoba:
Tetap tenang dan jangan terpancing emosi
Anak belajar mengelola perasaan dengan melihat orang tuanya. Jika Bapak & Ibu ikut marah, anak justru akan semakin sulit tenang. Sebagai contoh, ketika anak berteriak di rumah karena tidak mau berhenti main, cobalah tarik napas dalam-dalam dan tunjukkan sikap tenang. Dengan begitu, anak bisa melihat contoh yang baik dan perlahan ikut lebih tenang.
Pindahkan anak ke tempat yang aman
Jika tantrum membuat anak berpotensi melukai diri sendiri atau orang lain, segera arahkan ke tempat yang lebih aman. Misalnya, ketika anak melempar mainan di ruang tamu, ajak ia ke kamar agar tidak mengenai orang lain.
Validasi perasaan anak
Saat anak tantrum, tunjukkan bahwa Bapak & Ibu memahami emosinya. Ucapan sederhana seperti, “Ibu tahu kamu kesal karena mainannya diambil,” bisa membuat anak merasa dimengerti meski tetap harus belajar menerima situasi.
Alihkan perhatian anak
Setelah emosi agak mereda, tawarkan aktivitas lain yang lebih menenangkan. Misalnya, ajak anak menggambar atau membaca buku favoritnya agar fokusnya beralih.
Biarkan anak sejenak
Kadang, cara terbaik menghadapi tantrum adalah dengan tidak terlalu banyak memberi respons. Hindari memberi perhatian berlebihan karena hal itu justru bisa membuat tantrumnya semakin menjadi. Biarkan anak duduk di kamar atau di sudut ruangan selama beberapa menit sampai ia lebih rileks. Namun, pastikan untuk tetap mengawasinya agar anak tetap aman dan tidak melukai dirinya sendiri.
Segera hentikan perilaku agresif
Jika tantrum sudah melibatkan tindakan yang membahayakan, seperti memukul, menendang, atau melempar benda keras, orang tua perlu segera menghentikannya. Misalnya, dengan memegang tangannya dan berkata tegas, “Berhenti, ini bisa melukai orang lain.”
Peluk anak
Saat amarah mulai reda, pelukan hangat bisa membantu anak merasa aman. Pelukan bisa menjadi “obat mujarab” yang menenangkan anak setelah menangis lama.
Tetap tegas dalam aturan
Tetap tegas dengan aturan dan jangan mudah luluh hanya karena ingin anak berhenti menangis. Jika anak tantrum di minimarket karena tidak dibelikan permen, konsistenlah dengan jawaban awal. Bila Bapak & Ibu mengalah, anak akan belajar bahwa tantrum adalah cara efektif untuk mendapatkan keinginannya.
Kesalahan Umum Orang Tua yang Harus Dihindari
Ketika anak tantrum, sangat wajar jika Bapak dan Ibu merasa lelah, kesal, atau bingung harus berbuat apa. Namun, ada beberapa hal yang tanpa disadari justru bisa memperburuk tantrum anak:
Membentak atau menggunakan kekerasan
Banyak orang tua refleks menaikkan suara atau bahkan memukul ketika anak tantrum. Namun, cara ini hanya membuat anak semakin takut, tertekan, dan sulit belajar mengendalikan emosinya. Contohnya, ketika anak menangis karena tidak mau berhenti bermain, membentaknya bisa membuat ia semakin histeris, bukan tenang.
Memberi apa yang anak mau agar cepat diam
Saat anak menangis minta mainan di toko, orang tua kadang akhirnya menyerah dan membelikan mainan tersebut agar tangisan berhenti. Sayangnya, hal ini justru mengajarkan anak bahwa tantrum adalah cara ampuh untuk mendapatkan keinginannya. Jika Bapak & Ibu tetap tegas, anak akan belajar bahwa ada aturan yang harus dipatuhi dan tidak semua keinginan bisa langsung dipenuhi.
Memberikan perhatian berlebihan
Ada kalanya anak tantrum karena ingin diperhatikan. Jika orang tua langsung panik, menenangkan berulang kali, atau terus-menerus menasehati di tengah tangisan, anak bisa menganggap tantrum sebagai cara efektif untuk menarik perhatian.
Tidak konsisten dalam menetapkan batasan
Anak akan bingung bila orang tua kadang tegas, tapi di lain waktu mudah mengalah. Misalnya, hari ini anak dilarang makan permen sebelum makan malam, tapi besok orang tua mengizinkan hanya karena takut anak menangis. Ketidakkonsistenan ini membuat anak sulit memahami aturan dan lebih sering tantrum untuk menguji batas.
Cara Mencegah Anak Tantrum
Tantrum anak sebenarnya bisa dicegah. Strategi ini umumnya disebut antecedent strategy, yaitu upaya yang dilakukan sejak awal agar anak tidak sampai masuk ke situasi yang memicu ledakan emosi.
Beberapa cara mencegah anak tantrum yang bisa Bapak & Ibu lakukan, antara lain:
Buat rutinitas yang konsisten
Anak akan merasa lebih aman ketika tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Misalnya, rutinitas tidur malam yang selalu sama dapat mengurangi tantrum sebelum tidur.
Berikan pilihan sederhana
Daripada langsung menyuruh, coba berikan dua pilihan, misalnya: “Mau pakai baju biru atau merah?” Cara ini membuat anak merasa punya kendali sehingga lebih kooperatif.
Sampaikan instruksi dengan jelas dan singkat
Anak cenderung bingung bila instruksi terlalu panjang. Gunakan kalimat sederhana seperti, “Sekarang waktunya sikat gigi.”
Berikan penguatan positif ketika anak berperilaku baik
Saat anak berhasil menunggu giliran atau merapikan mainan tanpa tantrum, jangan lupa untuk memberi pujian, hadiah, atau penguatan positif lainnya agar ia termotivasi mengulangi perilaku tersebut.
Kenali pemicunya
Pemicu tantrum pada setiap anak berbeda. Ada yang tantrum ketika lapar, ada juga yang tantrum karena terlalu lama menunggu. Jika orang tua sudah tahu pemicunya, langkah pencegahan bisa lebih mudah dilakukan.
Dengan menerapkan strategi ini secara konsisten, frekuensi tantrum biasanya akan berkurang cukup signifikan, dan anak pun belajar cara yang lebih sehat untuk mengekspresikan emosinya.
Kapan Anak Memerlukan Bantuan Profesional?
Tantrum sebenarnya hal yang normal dalam perkembangan anak. Namun, jika tantrum terjadi sangat sering, berlangsung lama, atau disertai perilaku agresif seperti memukul, menggigit, atau melukai diri sendiri, maka sudah saatnya orang tua mencari bantuan profesional.
Di sinilah Blubridge Center hadir sebagai pusat terapi anak tantrum di Surabaya yang dapat membantu Bapak & Ibu. Melalui terapi Applied Behavior Analysis (ABA), setiap anak akan mendapatkan bimbingan yang terarah namun tetap disesuaikan dengan kebutuhan pribadinya.
Lantas, apa saja pendekatan yang digunakan Blubridge Center untuk memastikan terapi ABA efektif mendukung tumbuh kembang anak?
Analisis ABC (Antecedent–Behavior–Consequence): Membantu mengidentifikasi apa yang memicu suatu perilaku, bagaimana perilaku itu muncul, dan apa konsekuensinya, sehingga anak bisa diajarkan respons yang lebih adaptif.
Penguatan positif: Setiap keberhasilan anak, sekecil apa pun, diapresiasi melalui pujian atau hadiah sederhana agar ia semakin termotivasi untuk mengulang perilaku positif.
Program terapi yang dipersonalisasi: Setiap anak adalah individu yang unik, karenanya terapi disusun sesuai dengan kekuatan, tantangan, dan tujuan perkembangan masing-masing anak.
Dengan pendekatan ini, terapi ABA di Blubridge Center tidak hanya mengurangi perilaku tantrum pada anak, tetapi juga membantu mereka menguasai keterampilan baru yang lebih bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Jika Bapak & Ibu merasa membutuhkan bantuan profesional untuk mengurangi perilaku tantrum sang buah hati, jangan ragu untuk menghubungi admin kami. Buat janji konsultasi sekarang dan daftarkan anak ke program terapi ABA agar tumbuh kembangnya lebih optimal.
Referensi:
https://howtoaba.com/functions-of-behaviour/
https://kidshealth.org/en/parents/tantrums.html
https://www.discoveryaba.com/aba-therapy/managing-tantrums-with-aba